Wednesday, July 25, 2018

Kuasa Hukum: Misrep Harus Berdasarkan Putusan Pengadilan

Jakarta, Gatra.com - Kuasa hukum Sjamsul Nursalim, Otto Hasibuan, menyampaikan, bahwa kliennya mendapatkan Surat Keterangan Lunas (SKL) karena sudah memenuhi seluruh kewajiban sebagaimana yang disepakati dalam Master Settlement and Asquisition (MSAA).

Otto dalam jumpa media di Jakarta, Rabu (25/7), menyampaikan, bahwa jika ada dugaan misrepresentasi soal utang petambak PT Dipasena Citra Darmaja (PT DCD) dan PT Wachyuni Mandira (PT WM), prosedurnya harus diajukan oleh pihak yang mengikatkan diri dalam perjanjian MSAA. MSAA merupakan perpanjiang utama untuk menyelesaikan masalah BLBI.

Menurutnya, MSAA merupakan perjanjian perdata disepakati antara Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dengan pihak Sjamsul Nursalim. "Jika Sjamsul Nursalim dikatakan misrepresentasi, maka itu dari BPPN/pemerintah, bukan Kejaksaan atau KPK," katanya.

Terlebih, lanjut Otto, sampai saat ini, pemerintah tidak pernah mempersoalkannya karena menilai Sjamsul sudah memenuhi kewajibannya. "Tapi penegak hukum nyatakan kurang. Tanya Sri Mulyani katanya sudah selesai. Jadi persoalan sekarang bisa kah misrepresentasi jadi pidana. Ini harus diselesaikan di pengadilan," katanya.

Kemudian, lanjut Otto, SKL ini setelah 20 tahun dibuka kembali karena dinilai bermasalah. "Kalau ada suap atau kickback tangkap, kalau Sjamsul berikan itu tangkap, tidak masalah. Tapi ini bukan suap bukan apa, tapi kebijakan," ujarnya.

Kuasa hukum Sjamsul lainnya, Maqdir Ismail, menyampaikan, dalam penyelesaian BLBI, BPPN yang diketuai Syafruddin Arsyad Temenggung dengan Sjamsul Nursalim yang diwakili istrinya, Itjih Nursalim, sepakat bahwa BLBI terkait BDNI sudah selesai dengan perbaikan, di antaranya pembayaran tunai yang semula dilakukan dengan menyerahkan deposito Rp 1 trilyun, ditukar dengan setara cash Rp 428 milyar.

"Cash ini memang diserahkan oleh Ibu Nursalim, tapi deposito itu tidak pernah dikembalikan oleh BPPN. Catatan saya, ada dua hal yang tidak pernah diungkap dan orang tidak pernah peduli dengan dua hal itu," ucap Maqdir.

Dua hal tersebut, lanjut Maqdir, yakni tentang kelebihan bayar Sjamsul sejumlah US$ 1,3 juta dan Rp 428 milyar. "Jadi sebenarnya kalau kita itung sekarang Rp 12 trilyun lebih, kelibihan pembayaran yang dilakukan oleh Pak Nursalim terhadap BPPN," katanya.

Sementara itu, David Suprapto menambahkan, Sjamsul baru bisa dinyatakan misrepresentasi atau tidak, harus berdasarkan putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht). Putusan ini lahir jika ada pihak yang telah sepakat mengikatkan diri dalam MSAA, mengklaim salah satu pihak melakukan misrepresentasi atau misrep. Pihak itu kemudian mengajukan gugatan perdata ke pengadilan sebagimana dituangkan dalam Pasal 12.2c juncto 12.4 juncto 14.10 MSAA.

"Mengatakan, apabila terdapat klaim misrepresentasi dari BPPN kepada pemegang saham yang dibantah oleh pemegang saham, maka klaim tersebut harus dibuktikan terlebih dahulu secara perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sebelum ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap atas kliem tersebut, maka pemegang saham tidak dapat dinyatakan melakukan misrepresentasi," kata David.

Hingga saat ini, lanjut David, tidak ada upaya BPPN atau pemerintah mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas dugaan Sjamsul Nursalim melakukan misrep. "Mekanismenya sudah diatur. Selama ini tidak pernah dilakukan BPPN untuk klaim ini. Justru kita dibilang closing dan belakangan dapat penegasan kepastian hukum," katanya.


Editor: Iwan Sutiawan

Let's block ads! (Why?)

Baca Di berikut nya https://www.gatra.com/rubrik/nasional/334344-Kuasa-Hukum:-Misrep-Harus-Berdasarkan-Putusan-Pengadilan-

No comments:

Post a Comment