Friday, November 30, 2018

Nama 'Griezmann Mbappe' Dipermasalahkan Hukum Perancis - CNN Indonesia

Jakarta, CNN Indonesia -- Sepasang suami istri di Perancis memilih nama Griezmann Mbappe untuk sang buah hati, namun pengadilan setempat mempermasalahkan niat tersebut.

Keberhasilan Perancis menjadi juara dunia yang 2018 ditopang penampilan impresif Antoine Griezmann dan Kylian Mbappe tampaknya menjadi inspirasi bagi suami istri yang berniat menjadikan perpaduan nama pemain tersebut sebagai nama bayi mereka.

Namun niat tersebut mendapat halangan karena otoritas setempat menganggap nama untuk bayi laki-laki yang lahir di kota Brive-la-Gaillarde tersebut tidak sesuai dengan hak anak atau melanggar hak-hak pihak ketiga untuk melindungi nama keluarga.

Dikutip dari RT, permasalahan ini telah diajukan ke pengadilan dan akan segera diputuskan mengenai nama untuk sang anak. Jika dianggap tidak melanggar aturan maka nama Griezmann Mbappe akan tetap digunakan.

Kylian Mbappe dan Antoine Griezmann menjadi pahlawan timnas Perancis di Piala Dunia 2018.Kylian Mbappe dan Antoine Griezmann menjadi pahlawan timnas Perancis di Piala Dunia 2018. (REUTERS/Grigory Dukor)
Hingga kini, nama di akte kelahiran bayi tersebut masih menggunakan nama dari dua bintang sepak bola Perancis dan bisa saja berubah lantaran keputusan hukum.

Kasus penamaan bayi di Perancis juga sempat menjadi polemik ketika pemerintah kota Dijon mencegah orang tua yang ingin memberi nama 'Jihad' pada sang anak.

Pada Piala Dunia 2018 Griezmann dan Mbappe menjadi dua pemain Les Bleus yang menjadi pencetak gol terbanyak. Dua penyerang Tim Ayam Jantan tersebut masing-masing mencetak empat gol yang turut mengantarkan Perancis menjadi juara dunia untuk kali kedua.

Keduanya juga tercatat sebagai pencetak gol di final Piala Dunia 2018 ketika mengalahkan Kroasia 4-2. (har)

Let's block ads! (Why?)

Baca Di berikut nya https://www.cnnindonesia.com/olahraga/20181130071023-142-350254/nama-griezmann-mbappe-dipermasalahkan-hukum-perancis

Sandiaga Soal Buni Yani: Hukum Jangan Cuma Tajam ke Oposisi - CNN Indonesia

Jakarta, CNN Indonesia -- Calon Wakil Presiden Nomor Urut 02, Sandiaga Uno berharap Buni Yani mendapat perlakuan yang adil dalam proses hukum yang sedang dijalaninya. Menurut Sandiaga penegak hukum sedianya tidak memandang latar belakang politik.  Seperti diketahui Buni Yani tergabung di Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto.

"Tentunya kami berharap beliau (Buni Yani) mendapatkan perlakuan yang adil dan hukum tidak hanya tajam kepada pihak oposisi tapi tumpul kepada pihak penguasa, tapi harus betul seadil-adilnya," kata Sandiaga di Jakarta Barat, Jumat (30/11).

Sandiaga berharap Buni Yani bisa fokus dengan masalah hukum yang dihadapi. Sehingga jerat hukum bisa lepas darinya.

Meskipun mendukung agar Buni Yani terus mengupayakan jalur hukum yang masih tersisa, namun Sandi tidak lugas akan memberikan bantuan hukum atau tidak terhadap anggota Badan Pemenangan Nasional (BPN) tersebut.

"Kami menyerahkan kepada tim hukum dan Pak Buni Yani ini sekarang menjadi fokus untuk menyelesaikan situasi dan kondisi dan masalah hukumnya," ujarnya.

Sebelumnya, Anggota BPN Ahmad Riza Patria menegaskan pihaknya tidak akan memberikan bantuan hukum terhadap Buni Yani. BPN, kata Riza, menilai tim hukum Buni Yani telah kuat sehingga bantuan tidak diperlukan.

Buni Yani sendiri mengaku bahwa dirinya akan mundur dari BPN, jika upaya hukum yang akan ditempuhnya tak berbuah manis.

Buni Yani sebelumnya tersandung kasus penyebaran ujaran kebencian melalui postingannya di Facebook. Pengadilan Negeri Bandung menjatuhkan hukuman satu tahun enam bulan penjara. Kemudian, ia mengajukan banding. Namun Pengadilan Tinggi (PT) Bandung menolak.

Tak berhenti di situ, Jaksa dan Buni menempuh jalur kasasi. Namun MA juga menolak. Dengan demikian hukuman satu tahun enam bulan penjara belum bisa dielakkan. Buni masih punya kesempatan mengajukan peninjauan kembali atas putusan kasasi. (fra/ain)

Let's block ads! (Why?)

Baca Di berikut nya https://www.cnnindonesia.com/nasional/20181130202626-12-350339/sandiaga-soal-buni-yani-hukum-jangan-cuma-tajam-ke-oposisi

Thursday, November 29, 2018

Kasasi Buni Yani Ditolak, Sandi: Hukum Jangan Hanya Tajam ke Bawah - Detikcom

Sukabumi - Cawapres Sandiaga Salahudin Uno melakukan kunjungan di wilayah Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Selain ke pabrik garmen, Sandiaga juga diagendakan akan mengunjungi sekretariat Rumah Sandiuno Indonesia (RSI) dan mendatangi kediaman tokoh masyarakat Cicurug H Parman di Desa Tenjoayu.

Beberapa kali Sandiaga meladeni keinginan awak media untuk melakukan wawancara. Dia bahkan merespon pertanyaan wartawan tentang status Buni Yani di Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo - Sandiaga Uno pasca ditolaknya permohonan kasasi oleh Mahkamah Agung (MA).

"Keputusannya saya serahkan ke BPN, saya sampaikan bahwa mungkin pada saat ini fokusnya mas Buni Yani harus lebih banyak ke situasi dan kondisi hukum pak Buni Yani sendiri," kata Sandiaga saat melakukan kunjungan ke pabrik, Kamis (29/11/2018).


Sandiaga juga berterimakasih karena Buni Yani sudah menjadi bagian dari BPN. Dia berharap keadilan hukum berpihak kepada Buni Yani.

"Kami berterimakasih sudah dibantu oleh pak Buni Yani sendiri dan kami sangat-sangat tentunya mengharapkan agar keadilan bisa diberikan kepada pak Buni Yani. Hukum kita jangan hanya tajam ke bawah tapi tumpul ke atas. Kita berharap keadilan ini bisa dirasakan oleh seluruh elemen masyarakat," lanjutnya.


Sandiaga mengaku tetap mendoakan untuk status hukum Buni Yani dan menyerahkan prosesnya kepada tim hukum. Meski begitu Sandiaga menegaskan saat ini BPN harus lebih fokus untuk pemenangan Prabowo Sandi.

"Saya berdoa untuk Pak Buni Yani, tim hukum juga nanti bisa dikonfirmasi bantuan hukum seperti apa tapi bagi kita Badan Pemenangan Nasional Prabowo Sandi harus fokus mensosialisasikan kita tidak ingin berbicara hal lain daripada ekonomi. Kenapa kita hadir di sini, karena kita lihat inilah pencipta lapangan kerja," tandansnya.

Seperti diketahui, Buni Yani tetap divonis 18 bulan penjara oleh Mahkamah Agung (MA). Ia terbukti mengedit pidato Ahok sehingga memicu massa turun ke jalan.

"Bagi saya, kalau kita melihat proses demokrasi di Jakarta saat Pilgub kemarin, Buni Yani lah orang pertama yang memang menciptakan kegaduhan sampai akhirnya Pak Ahok masuk penjara," kata Sekjen PSI Raja Juli Antoni.


Lalu apa kata Buni atas vonis MA itu?

"Kalau saya diputuskan bersalah oleh karena gara-gara sesuatu yang tidak saya lakukan. Demi Allah saya tidak melakukan itu, saya sekarang melakukan mubahalah. Demi Allah saya tidak pernah mengedit dan memotong video. Kalau saya bohong biarlah Allah sekarang juga memberikan laknat dan azab kepada saya dan seterusnya kepada anak cucu saya dan saya dimasukkan selama-lamanya ke dalam neraka. Selama-lamanya ke dalam neraka agar saya dikutuk selama-lamanya dan anak cucu saya merasakan yang sepedih-pedihnya azab dari Allah," ujar Buni Yani dalam jumpa pers di Jl H Saabun, Jati Padang, Jakarta Selatan, Kamis (29/11/2018).
(sya/asp)

Let's block ads! (Why?)

Baca Di berikut nya https://news.detik.com/berita/d-4323244/kasasi-buni-yani-ditolak-sandi-hukum-jangan-hanya-tajam-ke-bawah

Pelaku Pemotong Tangannya Ditangkap Polisi, Imran: Saya Tidak Dendam, Tapi Hukum Seberat-beratnya - Tribun Timur

Laporan Wartawan Tribun Timur, Muslimin Emba

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Pelaku begal pemotong tangan Imran (20) telah diringkus personel Polrestabes Makassar.

Kelima pelaku, Firman alias Emang (22), Aco alias Pengkong (21), Zaenal aliah Enal (19), Fatullah alias Ulla (18) dan Imran alias Imang (37).

Dua di antara lima pelaku merupakan pelaku utama pembegal Imran. Sedangkan tiga lainnya diduga sebagai penadah.

Lalu apa tanggapan Imran dari pengungkapan kasus itu?

Baca: Begal Pemotong Tangan Ditangkap Polisi! Sepupu Korban, Sulviana: Hukum Seberat-beratnya

Baca: Mahasiswi Kedokteran Unhas ini Geram dengan Aksi Sadis Begal Sadis Makassar

Dikonfirmasi awak TribunTimur.com, melalui sambungan telelon selularnya, Imran berharap agar pelaku dapat dihukum berat.

"Saya harapanku semoga pelaku juga dihukum berat. Saya bukan berarti dendam ini, tapi kita lihatmi juga kondisiku kasian, jadi harapanku bagaimana pelaku dapat dihukum seberat-beratnya agar bagaimana pelaku tidak mengulangi perbuatannya dan tidak ada lagi korban berikutnya," kata Imran.

Selain itu, Imran juga berharap agar polisi melakukan pengungkapan kasus secara tuntas dan terbuka.

"Semoga prosesnya dilakukan secara terbuka dan penangannya dikawal sampai tuntas," ujarnya.

Sebelumnya, tante Imran, Subaedah (42) juga berharap agar pelaku begal dihukum seberat-beratnya.

Let's block ads! (Why?)

Baca Di berikut nya http://makassar.tribunnews.com/2018/11/29/pelaku-pemotong-tangannya-ditangkap-polisi-imran-saya-tidak-dendam-tapi-hukum-seberat-beratnya

Wednesday, November 28, 2018

2 Jerat Hukum untuk Pelaku Body Shaming - Tabloidbintang.com

TABLOIDBINTANG.COM - Polisi mengategorikan hukuman untuk pelaku body shaming dalam dua tindakan.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo menjelaskan hal tersebut. Menurut dia, "Pertama, jika menghina atau mengejeknya menggunakan media sosial, itu bisa masuk ke Pasal 27 ayat 3 juncto Pasal 45 ayat 3 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik sebagaimana telah diubah oleh UU Nomor 19 Tahun 2016. Hukumannya bisa enam tahun penjara".

Kedua, jika menghina atau mengejek secara langsung atau verbal maka pelaku bisa dikenakan Pasal 310 dan 311 KUHP tentang pencemaran nama baik, dengan ancaman sembilan bulan kurungan.

Dedi menjelaskan, hukuman seseorang yang menghina melalui media sosial lebih berat karena ketika hinaan itu diunggah, maka jutaan orang akan langsung mengetahui. Hal itu bisa berdampak buruk pada sisi psikologis orang yang dihina. Tak jarang berujung pada kasus bunuh diri.

"Sedangkan kalau secara langsung, verbal, hanya sedikit orang yang tahu," ucap Dedi di Markas Besar Polri, Jakarta Selatan pada Rabu, 28 November 2018.

Namun tentu, perlu ada laporan bagi mereka yang merasa dihina secara fisik.

"Kalau melapor saja boleh, tapi apakah unsurnya terpenuhi, nanti penyidik yang menganalisanya dan menetapkan tersangka kan harus melalui mekanisme sesuai SOP," ujar Dedi.

Meski begitu, kata Dedi, hukuman pidana tak langsung diterapkan. Polri akan melakukan mediasi terlebih dulu terhadap pelaku dan korban body shaming.

"Coba pendekatan yang lebih humanis. Kalau semua yang lapor, kami tangani, kewalahan," ucap dia.

TEMPO.CO

Let's block ads! (Why?)

Baca Di berikut nya https://www.tabloidbintang.com/berita/peristiwa/read/117501/2-jerat-hukum-untuk-pelaku-body-shaming

Masih Berproses Hukum di MA, Jangan Bertindak Gegabah Pada Ormas HTI - Tribunnews

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) masih mengajukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Untuk itu, pemerintah dan masyarakat diminta tidak bertindak gegabah.

Pakar hukum, C. Suhadi, mengatakan sebelum ada keputusan bersifat inkrahct, HTI belum dapat disebut terlarang secara de facto. Meskipun secara de jure HTI tak boleh mengklaim sebagai organisasi sah, karena atas dasar SK Pembubaran.

"Dalam rangka menghormati langkah-langkah hukum yang sedang berjalan agar kita jangan gegabah dalam menyikapi gerakan-gerekan mereka. Gerakan mereka yang sementara tidak punya legal standing serahkan kepada aparat penegak hukum," ujarnya, ditemui di hotel Grand Hyatt, Rabu (28/11/2018).

Kementerian Hukum dan HAM beberapa waktu lalu telah mencabut status badan hukum Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) melalui Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor AHU-30.AH.01.08 Tahun 2017.

Dia menjelaskan, pembubaran HTI yang dilakukan oleh pemerintah melalui Kemenkum HAM itu belum final. Hal ini, karena HTI masih melakukan perlawanan dalam bentuk kasasi ke MA.

"Meskipun sudah ada SK pembubaran, kemudian HTI masih mengajukan gugatan pembatalan maka menurut hukum pembubaran belum dinyatakan final, belum dapat di eksekusi, dan masih menunggu putusan kasasi,” kata dia.

Menurut dia, adanya gugatan pembatalan maka SK pembubaran antara ada dan tiada. Artinya SK masih dalam status quo karena yang keberadaannya harus menunggu putusan Kasasi dari (MA).

Oleh karena itu, dia menyarankan, agar selama proses hukum, MA segera melakukan langkah-langkah yang cepat dan tepat mengkaji langkah langkah hukum untuk segera diputus di tingkat kasasi.

Baca: Begini Pidato Maruf Amin via Rekaman Suara di Megawati Institute

Sehingga, apabila memang langkah-langkah pembubaran itu sudah sesuai dengan ketentuan hukum, maka MA jangan segan-segan mengambil keputusan terhadap pembubaran tersebut.

"Jika sudah ada kepastian hukum dari Mahkamah Agung tentang pembubaran, maka pemerintah dapat lebih bersikap terhadap pembubaran itu sendiri, karena payung hukumnya lebih kokoh," tambahnya.

Sebelumnya, pihak HTI juga telah mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Namun, gugatan itu ditolak. Akhirnya, HTI mengajukan kasasi ke MA pada tanggal 19 Oktober 2018.

Selama proses hukum itu, Kuasa Hukum HTI, Yusril Ihza Mahendra, menegaskan HTI bukan organisasi terlarang.

Sehingga, apabila ada penyebutan itu, menurut dia, dapat mengarah kepada perbuatan fitnah atau pencemaran nama baik yang mengandung konsekuensi pidana.

"Jadi penegasan yang menegaskan HTI itu adalah organisasi terlarang itu tidak ada dasar hukum. Kalau besok ada pihak-pihak mengatakan begitu kami akan kasih somasi," ujar Yusril, ditemui di kantornya, Jumat (2/11/2018).

Let's block ads! (Why?)

Baca Di berikut nya http://www.tribunnews.com/nasional/2018/11/28/masih-berproses-hukum-di-ma-jangan-bertindak-gegabah-pada-ormas-hti

Polri Sebut Ada 2 Jerat Hukum Jika Lakukan Body Shaming - Tempo.co

TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo menuturkan, pihaknya mengategorikan hukuman untuk pelaku body shaming dalam dua tindakan.

Baca juga: Tips Menghadapi Body Shaming dari Psikolog Tara de Thouars

"Pertama, jika menghina atau mengejeknya menggunakan media sosial, itu bisa masuk ke Pasal 27 ayat 3 juncto Pasal 45 ayat 3 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik sebagaimana telah diubah oleh UU Nomor 19 Tahun 2016. Hukumannya bisa enam tahun penjara," ucap Dedi di Markas Besar Polri, Jakarta Selatan pada Rabu, 28 November 2018.

Kedua, jika menghina atau mengejek secara langsung atau verbal maka pelaku bisa dikenakan Pasal 310 dan 311 KUHP tentang pencemaran nama baik, dengan ancaman sembilan bulan kurungan.

Dedi menjelaskan, hukuman seseorang yang menghina melalui media sosial lebih berat karena ketika hinaan itu diunggah, maka jutaan orang akan langsung mengetahui. Hal itu bisa berdampak buruk pada sisi psikologis orang yang dihina. Tak jarang berujung pada kasus bunuh diri.

"Sedangkan kalau secara langsung, verbal, hanya sedikit orang yang tahu," ucap Dedi.

Namun tentu, perlu ada laporan bagi mereka yang merasa dihina secara fisik. "Kalau melapor saja boleh, tapi apakah unsurnya terpenuhi, nanti penyidik yang menganalisanya dan menetapkan tersangka kan harus melalui mekanisme sesuai SOP," ujar Dedi.

Meski begitu, kata Dedi, hukuman pidana tak langsung diterapkan. Polri akan melakukan mediasi terlebih dulu terhadap pelaku dan korban body shaming. "Coba pendekatan yang lebih humanis. Kalau semua yang lapor, kami tangani, kewalahan," ucap dia.

Let's block ads! (Why?)

Baca Di berikut nya https://nasional.tempo.co/read/1150461/polri-sebut-ada-2-jerat-hukum-jika-lakukan-body-shaming

Tuesday, November 27, 2018

Program Pelayanan Hukum Bina Desa Kembali Digelar Oleh Kejari Balangan, Ini yang Disampaikan - Banjarmasin Post

BANJARMASINPOST.CO.ID, PARINGIN - Kejaksaan Negeri Balangan dalam program pelayanan hukum kembali melanjutkan kegiatan "BINA DESA" yang telah diresmikan beberapa bulan lalu.

Kali ini bertempat di aula Kantor Desa Marias Kejaksaan Negeri Balangan melalui Kasi Datun mensosialisasikan UU Pemilu No 07 Tahun 2017 bersama KPU Balangan.

Hadir sebagai narasumber yaitu Ibu Norhaili dari Divisi Sosialisasi dari KPU Balangan.

Kasi Datun Januar Hapriansyah kepada banjarmasinpost.co.id, Rabu (28/11/2018) mengatakan, untuk narasumber dari KPU menyampaikan tentang pemilu serta hak pilih dengan tujuan agar masyarakat di Desa Marias mengerti tentang artinya Pemilu.

Baca: 6 Orang Diamankan Saat OTT KPK di PN Jakarta Selatan, Agus : Terkait Penganan Perkara Perdata

Baca: Djarot Bocorkan Rencana Ahok Pasca Bebas dari Penjara Jelang Pilpres 2019, Ini Sikap Fahri Hamzah

Baca: Jadwal Siaran Langsung Liga Champion di RCTI Malam Ini Kamis (29/11), Liverpool, PSG, Madrid Main

"Juga agar warga menggunakan hak pilihnya pada saat hari pencoblosan," ujarnyam.

Acara tersebut dihadiri sekitar 50 orang yang juga dihadiri Wakil Ketua DPRD Balangan Bapak Syahbirin, PPS setempat serta perangkat desa dan masyarakat.

"Didalam sosialisasi tersebut juga banyak masyarakat yang bertanya tentang aspek hukum perlindungan anak, pernikahan usia dini dan inilah bentuk pelayanan hukum kepada masyarakat secara langsung yang dilakukan Kejari Balangan," katanya.

Lebih lanjut disampaikannya, program pelayanan hukum "BINA DESA" ini merupakan salah satu wujud proyek perubahan pada Kejari Balangan, yakni dengan melayani masyarakat dalam memahami hukum secara aktif dengan langsung terjun ke masyarakat.

"Dipilihnya Desa Marias karena kepeduliannya sangat tinggi," ungkapnya.

Baca: Reaksi Prabowo Subianto Saat Dapat Transfer Rp 20 Ribu untuk Perjuangan di Pilpres 2019

Baca: PSSI Bisa Apa! Disuarakan Ibnu Jamil & Darius Sinathrya, Ungkapan yang Hits Berawal dari Mata Najwa

Baca: 53 Pasangan Ikuti Nikah Massal, Ketua TP PKK Tapin : Masih Banyak Warga yang Nikah Siri

Menurutnya, selama ini Kejari Balangan hanya menunggu di posko, namun sekarang melalui program ini Kejari Balangan harus lebih dekat ke masyarakat, karena Kejari Balangan adalah sahabat masyarakat.

"Intinya melalui program ini masyarakat berhak mendapatkan informasi pelayanan hukum," katanya.

Lebih lanjut ia mengharapkan melalui program ini bisa menjadi virus positif bagi desa lainnya, dan bagi Kejari Balangan semakin aktif dalam memberikan informasi pelayanan hukum, sehingga masyarakat bisa terhindar dari persoalan hukum karena sudah mengetahui.

(banjarmasinpost.co.id/muhammad elhami)

Let's block ads! (Why?)

Baca Di berikut nya http://banjarmasin.tribunnews.com/2018/11/28/program-pelayanan-hukum-bina-desa-kembali-digelar-oleh-kejari-balangan-ini-yang-disampaikan

Ramai Soal CPNS 2018, Ustadz Abdul Somad Beberkan Hukum Gadaikan SK PNS di Bank demi Kredit - Banjarmasin Post

BANJARMASINPOST.CO.ID - Saat ini masih ramai dibicarakaan Penerimaan CPNS 2018. Nah, Ustadz Abdul Somad sempat menyinggung soal PNS yakni hukum menggadaikan SK CPNS untuk keperluan kredit.

Ustadz Abdul Somad membeberkan hukum menggadaikan SK PNS ke Bank untuk keperluan kredit yang banyak dilakukan PNS. Isi ceramah ini setidaknya berkaitan dengan Penerimaan CPNS 2018 sekarang.

Nah, bagaimana hukumnya menggadaikan SK PNS itu menurut Ustadz Abdul Somad yang kerap disapa UAS ini? Ini jadi acuan bagi peserta CPNS 2018.

Tahun 2018, pemerintah membuka lowongan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) secara besar-besaran.

Baca: Jadwal, Teknis Ujian dan Materi Tes SKB CPNS 2018, Perbedaan Peserta Lolos Tes SKD I & II

Baca: Hitung-hitungan Peluang Persib Bandung Tampil di AFC Cup 2019, Bergantung Juara Liga 1 2018?

Baca: Pengaturan Skor Juara Liga 1 2018 dan Degradasi Diantisipasi, Jadwal Pekan 34 Liga 1 2018 Berubah!

Baca: Peluang Gisella Anastasia dan Gading Marten Rujuk Diungkap Kuasa Hukum Gisel, Bisakah?

Baca: Usai Berfoto dan Makan Bareng Maia Estianty dan Irwan Mussry di Malaysia, Bella Hadid ke Negara ini

Pemerintah menyiapkan lebih dari 300 ribu formasi CPNS yang disiapkan untuk mengabdi mulai awal 2019.

Antusiasme masyarakat menjadi PNS rupanya sangat besar.

Terbukti ada sekitar 3 juta pendaftar.

Tak heran jika status PNS menjadi saat ini masih menjadi pekerjaan yang paling diburu.

Mengingat menjadi PNS diyakini bisa menjadi jaminan hidup layak.

Minim resiko pemecatan atau PHK.

Let's block ads! (Why?)

Baca Di berikut nya http://banjarmasin.tribunnews.com/2018/11/28/ramai-soal-cpns-2018-ustadz-abdul-somad-beberkan-hukum-gadaikan-sk-pns-di-bank-demi-kredit

Menkominfo Diminta Ngomong ke Facebook Indonesia agar Hormati Hukum - Detikcom

Jakarta - Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute Heru Sutadi mempertanyakan ketidakhadiran pihak Facebook Indonesia dalam sidang gugatan class action di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (27/11/2018).

Agenda sidang gugatan class action yang kedua ini dihadiri oleh Facebook sebagai Tergugat I. Sedangkan Facebook Indonesia sebagai Tergugat II dan Cambridge Analytica selaku Tergugat III tidak memenuhi panggilan sidang.

"Kita amat menyayangkan ketidakhadiran Tergugat II dan Tergugat III," tutur Heru.

"Untuk Tergugat II ini sebenarnya dalam beberapa kali acara yang dilakukan Kominfo mereka hadir, orangnya ada. Kita berharap Menkominfo memberitahukan kepada Facebook Indonesia agar menghormati hukum yang ada di Indonesia."

"Masa diundang dirjen dan menkominfo, (Facebook Indonesia) datang, tetapi diundang pengadilan, nggak datang," ucapnya menuturkan.

Sidang gugatan class action ini pada prosesnya ditunda sampai tanggal 6 Maret 2019. Keputusan tersebut diambil majelis hakim karena kuasa hukum pihak Tergugat I belum melegalisir surat kuasa hukumnya dari Kedutaan Indonesia untuk Amerika Serikat.

Di kesempatan yang sama, Direktur Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi (LPPMI) Kamilov Sagala berharap agar berkas yang kurang tersebut dapat dilengkapi di persidangan selanjutnya. Jika tidak, atau pihak tergugat mangkir lagi, mereka dinilai sudah mengacak-acak tata hukum Indonesia.

"Ya, itu merusak tata hukum negeri kita, kita diacak-acak oleh bangsa lain, apalagi perusahaan yang harusnya menghormati negara yang punya kedaulatan. Negeri ini ada pemimpinannya, ada kedaulatannya, ini harus dihormati. Pengadilan ini adalah salah satu cara kita mencari keadilan. Kalau mereka tidak menghormati negara kita, maka kita pun tidak dihormati mereka," sebutnya.

Sidang gugatan class action ini merupakan lanjutan dari agenda pertama yang berlangsung pada 21 Agustus lalu. Di sidang perdana saat itu pihak Facebook absen dari panggilan sidang.

Gugatan class action terhadap Facebook dilakukan LPMII dan ID-ICT yang mempersoalkan kasus penyalahgunaan data pengguna oleh pihak ketiga, yaitu Cambridge Analytica. Seperti diketahui, skandal tersebut berakibat kebocoran data pribadi 87 juta pengguna Facebook di seluruh dunia, di mana satu juta di antaranya berasal dari Indonesia.

(agt/krs)

Let's block ads! (Why?)

Baca Di berikut nya https://inet.detik.com/law-and-policy/d-4319827/menkominfo-diminta-ngomong-ke-facebook-indonesia-agar-hormati-hukum

Komite I DPD RI: Lemahnya Penegakan Hukum Buat Mafia Tanah Makin Berani - Warta Kota

WARTA KOTA, JAKARTA - Komite I DPD RI bahas masalah konflik perampasan lahan dengan Forum Korban Mafia Tanah Indonesia (FKMTI). Pertemuan tersebut digelar untuk mencari solusi atas permasalahan tersebut, di Ruang Rapat Komite I, Gedung DPD RI, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta. Senin (26/11).

Wakil Ketua Komite I Fahira Idris saat memimpin audiensi dengan FKMTI tersebut memaparkan bahwa saat ini banyak terjadi permasalahan perampasan hak atas tanah di Indonesia. Menurut Senator DKI permasalahan terserbut sudah sangat memprihatinkan.

“Lemahnya penegakan dan sistem pencegahan dari pemerintah terhadap sistem permasalahan tanah ini mengakibatkan praktek mafia tanah semakin berani. Saya minta FKMTI mengumpulkan semua bukti perampasan hak atas tanah, dibukukan, nanti kami akan bentuk tim analisis, dan setelah kami analisis akan kami lanjutkan dengan memanggil Kementerian Agraria, Kepolisian dan stakeholder terkait untuk mencari solusi bagi korban,” jelas Fahira.

Ketua FKMTI Supardi K. Budiardjo mengutarakan bahwa perampasan tanah ini sangat berbahaya, mereka mengambil tanpa lewat transaksi jual beli. Banyak Korban yang memiliki Surat Hak Milik tanahpun bisa kalah di pengadilan dan hilang kepemilikannya.

“Mafia tanah menggunakan surat-surat yang tidak sesuai untuk merampas hak tanah lewat pengadilan. Orang mempunyai SHM yang sah dan mempunyai kekuatan hukum tetapi oleh oknum di gugat hanya dengan alas hak girik dan bukan sesuai dengan tanah itu dan anehnya dimenangkan oleh peradilan bahkan oleh BPN SHM itu dibatalkan, ini sungguh luarbiasa aneh,” ujar Supardi berapi-api.

Salah satu contoh kasus lainnya, Annie Sri Cahyani pada tahun 2006 membeli tanah di daerah tangerang yang sudah bersertifikat hak milik, bahkan sudah dicek lewat BPN, dan pada tahun 2007 sudah di balik nama, bahkan sudah di agunkan ke bank. Lahan yang sudah ber-SHM tapi dikalahkan di pengadilan oleh pengembang besar yang berbekal SHGB dengan obyek lahan yang sama.

“Padahal sampai saat ini saya masih membayar pajak atas tanah itu sampai sekarang. Saya sudah pernah mengadukan ke Obudsman tentang maladministasi ini yang dilakukan oleh oknum pengembang dan BPN, sudah 10 tahun kami perjuangkan, kami minta pemerintah mendengar keluhan kami,” ungkap Annie.

Menanggapi hal itu, Senator Lampung Andi Surya prihatin atas banyaknya persengketaan tanah atau bahkan bisa dibilang perampasan terhadap hak-hak yang harusnya dihormati oleh hukum negara dan komponen pemerintahan.

“Ini luar biasa kasus yang terjadi di negera kita, padahal Undang-Undang Pokok Agraria jelas bahwa kedudukan SHM ini kuat dalam sisi hukum. Ini sama juga mencederai keadilan masyarakat, jika hukum tidak mampu memihak maka jalan lain yang ditempuh adalah lewat jalur politik, untuk memberi efek tekanan kepada praktik mafia tanah ini,” tegas Andi.

Selain meminta penyelesaian terhadap kasus-kasus perampasan atas tanah yang terjadi, FKMTI menginginkan dibentuk suatu lembaga Ad Hoc untuk menyelesaikan permasalahan perampasan hak atas tanah ini melalui pengadilan agraria dan diselesaikan secara adil sehingga memiliki kepastian hukum.

Let's block ads! (Why?)

Baca Di berikut nya http://wartakota.tribunnews.com/2018/11/27/komite-i-dpd-ri-lemahnya-penegakan-hukum-buat-mafia-tanah-makin-berani

Kompleksitas Penegakan Hukum DPT - Detikcom

Jakarta - Data pemilih menjadi batu kerikil di Pemilu Serentak 2019. Hal ini bukan hanya terjadi di tingkat nasional, melainkan juga di sejumlah daerah. Sebegitu jauh, berbagai penindakan dan pemberian sanksi yang dilakukan oleh jajaran Bawaslu terhadap pelanggaran data pemilih yang dilakukan oleh jajaran KPU menjadi relatif tumpul. Salah satu faktor penting yang menyebabkan sulitnya penegakan hukum terhadap pelanggaran data pemilih karena konstruksi hukum atau peraturan perundangan secara sengaja atau by design untuk memproteksi jajaran KPU dari kemungkinan terkena sanksi.

Selain itu, hal tersebut juga sebagai akibat kepiawaian KPU yang secara sistematis mengkonstruksi seluruh tahapan pengelolaan data pemilih menjadi suatu kegiatan berkelanjutan (on process going). Jangankan yang masih dalam proses penyusunan data pemilih, pencocokan dan penelitian (Coklit), penyusunan Daftar Pemilih Sementara (DPS), atau DPS Hasil Perbaikan (DPSHP), yang sudah menjadi DPT pun masih dapat diperbaiki, sepanjang mendapat rekomendasi dari Pengawas Pemilu. Contoh paling aktual adalah pada penetapan dan perbaikan DPT kali ini. Menurut PKPU No. 5 tahun 2018 tentang Tahapan, Program dan Jadwal Pemilu, harusnya KPU menetapkan DPT antara 4-6 September 2018, dan KPU memang berhasil melakukannya pada 5 September 2018.

Namun, karena kubu Prabowo-Sandi dan Bawaslu masih menengarai adanya jutaan pemilih ganda, penetapan DPT ditunda hingga 16 September 2018. Ternyata, pada 16 September 2018, KPU dianggap belum mampu sepenuhnya membersihkan DPT. KPU kemudian kembali diberi perpanjangan dua bulan untuk memperbaikinya, atau hingga 15 November 2018. Di tengah-tengah masa perbaikan DPT, problem data pemilih belum berkurang, bahkan justru bertambah. Hal ini dipicu oleh rilis Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang mencatat, terdapat 31.975.830 jiwa pemilih sudah merekam data e-KTP tetapi belum masuk DPT. Akibatnya, pada rapat perbaikan DPT Hasil Perbaikan (DPTHP), Kamis 15 November 2018, kembali dilakukan penundaan hingga satu bulan ke depan.

Penyebabnya, sebagaimana disampaikan Ketua KPU Arief Budiman, dari 28 provinsi masih terdapat 6 provinsi yang belum menindaklanjuti pelaksanaan rekomendasi rapat pleno 16 September 2018. Keenam provinsi tersebut adalah DKI Jakarta, Jawa Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah dan Maluku. Sebelumnya untuk "mengakali" pengaturan perundangan, istilah DPT diubah dulu menjadi DPTHP. Padahal, apa yang disebut dengan nomenklatur DPTHP tidak ada dalam UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu ataupun PKPU No. 11 tahun 2018 tentang Penyusunan Daftar Pemilih di Dalam Negeri Pemilu. Dengan elastisitas da fleksibilitas jadwal perbaikan data pemilih, jajaran KPU sulit dianggap melakukan pelanggaran dan sulit pula dikenakan pelanggaran.

Administrasi dan Pidana

Jika mengacu UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu, Bawaslu berwenang melakukan penegakan hukum terhadap pelanggaran data pemilih yang bersifat administratif maupun pidana dalam kerangka Sentra Penegakan Hukum Terpadu. Pengalaman selama ini menunjukkan, sebagian besar pelanggaran data pemilih masuk kategori pelanggaran administrasi. Bentuk putusan Bawaslu atas pelanggaran ini bisa berupa perbaikan administrasi terhadap tata cara, prosedur mekanisme sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan, teguran tertulis, tidak diikutkan pada tahapan tertentu dalam penyelenggaraan Pemilu, dan sanksi administrasi lainnya.

Semua bentuk sanksi tersebut direkomendasikan Bawaslu Provinsi/Kabupaten/Kota kepada KPU Provinsi/Kabupaten/Kota/PPK/PPS atau peserta Pemilihan yang wajib ditindaklanjuti. Meskipun UU menggunakan kata "wajib", tindak lanjut yang dilakukan oleh jajaran KPU banyak yang tidak jelas, apakah sudah dilaksanakan atau belum/tidak. Hal ini disebabkan karena masih banyak jajaran KPU menjawab rekomendasi Bawaslu secara lisan.

Ironisnya, ada Pengawas Pemilu terkadang mengamini begitu saja jawaban jajaran KPU tanpa disertai verifikasi dan validasi secara empirik, apakah itu secara manual atau melalui by system. Baru setelah di kemudian hari ada laporan atau temuan dari Pengawas Pemilu atau masyarakat, atau pengakuan dari jajaran KPU bahwa masih ada masalah terkait data pemilih, Pengawas Pemilu/KPU kembali "teriak" minta penundaan penetapan DPT. Biasanya permintaan perbaikan akan diberikan, sepanjang ditinjau dari sisi waktu memungkinkan atau tersedia.

Setali tiga uang juga terkait dengan pelanggaran pidana, yang diatur oleh UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu Pasal 220 poin 1. Di situ disebutkan, dalam hal pengawasan yang dilakukan Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, dan Kelurahan/Desa ditemukan unsur kesengajaan atau kelalaian anggota KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, dan PPLN yang merugikan Warga Negara Indonesia yang memiliki hak pilih, Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu Kabupaten/Kota serta Panwaslu Kecamatan, Panwaslu Kelurahan/Desa, Panwaslu LN, dan Pengawas TPS menyampaikan temuan tersebut kepada KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, dan PPLN.

Selanjutnya pada Pasal 2 menyebutkan, temuan Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Panwaslu Kelurahan/Desa, Panwaslu LN, dan Pengawas TPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib ditindaklanjuti oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, dan PPLN.

Mungkin bermaksud ingin menegaskan adanya ancaman pidana terkait pelanggaran data pemilih, Bawaslu menerbitkan Surat Edaran (SE) No. 1874/K/Bawaslu/PM.00.00/XI/2018 tertanggal 8 November 2018 yang ditujukan kepada Bawaslu Provinsi/Kabupaten/Kota se-Indonesia. Pada poin 6 dari SE tersebut dinyatakan, dalam hal KPU tidak menindaklanjuti rekomendasi dan temuan Bawaslu terkait data pemilih, Pengawas Pemilu dapat melakukan proses penindakan sebagaimana diatur dalam Pasal 220 UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Proses penindakan yang berbuntut pada penindakan pidana, ketentuannya hanya diatur dalam dua pasal, yakni Pasal 488 dan Pasal 489.

Dalam Pasal 488 disebutkan, "Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar mengenai diri sendiri atau diri orang lain tentang suatu hal yang diperlukan untuk pengisian daftar pemilih, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak dua belas juta rupiah." Kemudian pada Pasal 489 dinyatakan, "Setiap anggota PPS atau PPLN yang dengan sengaja tidak mengumumkan dan/atau memperbaiki daftar pemilih sementara setelah mendapat masukan dari masyarakat dan/atau Peserta Pemilu, dipidana dengan pidana penjara paling lama delapan bulan dan denda paling banyak enam juta rupiah."

Pengaturan penindakan pidana di dua pasal itu acap mengalami kompleksitas, ambiguitas, dan nyaris tidak bergigi eksekusinya karena terbentur dengan ritme di lingkungan KPU. Misalnya, ada seorang anggota PPS atau PPLN yang dengan sengaja tidak mengumumkan dan/atau memperbaiki DPS setelah mendapat masukan dari masyarakat dan/atau Peserta Pemilu. Lalu, pengumuman tersebut tidak tepat waktu, misalnya satu atau dua hari terlambat dari waktu yang ditentukan dan keterlambatan tersebut bukan karena dirinya melainkan karena KPU Kabupaten/Kota terlambat mencetak DPS karena alasan teknis. Apa bisa dikenakan sanksi pidana terhadap PPS/PPLN?

Secara aturan, jawabannya bisa. Namun, dalam pelaksanaannya, belum ada satu pun anggota PPS/PPLN yang dipidana karena terlambat mengumumkan DPS. Padahal, peristiwa semacam ini sering terjadi.

Bukan hanya bagi jajaran KPU. Pasal karet pengaturan penindakan pelanggaran pidana data pemilih jelas sangat menguntungkan pemerintah sebagai sumber data. Karena dipastikan akan sulit dikenakan tindakan pidana Pemilu manakala dianggap telah melakukan kesalahan atau kelalaian. Misalnya, apakah bisa pemerintah dikenakan sanksi pidana karena Daftar Penduduk Pemilih Potensial (DP4) yang diserahkan kepada KPU tidak bersih? Pertanyaan lain, bisakah pemerintah dikenakan sanksi pidana manakala akhirnya pemilih pemula tidak dapat menyalurkan hak pilih karena tidak dibekali e-KTP atau Surat Keterangan?

Jawabannya bukan soal bisa atau tidak. Karena dari segi wacana pun tidak pernah muncul ke permukaan untuk dilakukan pembahasan secara serius dan sungguh-sungguh.

Dekonstruksi

Menyikapi pengaturan perundangan yang dikonstruksi untuk mendesain perbaikan data pemilih menjadi demikian berkepanjangan atau on process going dan sekaligus memproteksi jajaran KPU dari kemungkinan terkena jeratan sanksi administrasi dan pidana, perlu kajian khusus dan terobosan hukum. Yakni, dengan cara mendekonstruksi pengaturan semacam itu, dan membuat pengaturan penegakan hukum terhadap pelanggaran data pemilih tidak ambigu, jelas, dan applicable. Tujuannya untuk memberi ruang gerak lebih terbuka dan leluasa bagi jajaran Pengawas Pemilu untuk mengimplementasikan mandat UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu yang memberikan otoritas kuat dalam penindakan pelanggaran Pemilu, serta menimbulkan efek jera bagi pelanggarnya.

Langkah ini juga penting untuk mendorong terwujudnya data pemilih yang komprehensif, mutakhir, dan akurat; memberikan kepastian hukum mengenai proses dan jadwal kegiatan pengelolaan data pemilih, termasuk juga untuk kepentingan perlindungan hak pilih setiap warga Negara. Selama ini dengan elastisitas pengelolaan, penyusunan, dan perbaikan data pemilih membuat sebagian jajaran KPU seperti berlaku easy going karena beranggapan pada akhirnya problem DPT akan selesai.

Sementara, bagi Bawaslu konstruksi hukum pengelolaan data pemilih membuat fungsi pencegahan dan terutama penegakan hukum pelanggaran data pemilih nyaris tumpul. Sedangkan bagi partai politik peserta Pemilu, isu data pemilih baik yang pro dan kontra justru digunakan untuk saling melemahkan dan saling menegasikan, dan bukan untuk mencari jalan perbaikan bersama. Di atas itu semua, dekonstruksi pengaturan penegakan hukum data pemilih menuntut kemampuan dan kesanggupan Bawaslu untuk merealisasikannya.

Sebab, sebagus dan sedetail apapun pengaturan, tanpa kemampuan dan kesanggupan untuk mengimplementasinya akan menjadi kurang berguna. Dalam konteks ini, munculnya gagasan dari Konferensi Nasional Hukum Tata Negara ke-5 dan diperkuat Peneliti LIPI Syamsuddin Harris, (Jumat (9/11/2018) yang mengusulkan perlunya diferensiasi peran Bawaslu sebagai lembaga pengawas dan ajudikasi, karena dianggap Bawaslu tidak mempunyai standar kompetensi mengenai penyidikan, merupakan koreksi dan perbaikan format Bawaslu masa depan yang harus dipikirkan dan disosialisasikan secara masif.

Akibat sulitnya penegakan hukum dalam pelanggaran data pemilih oleh Bawaslu, peluang terbesar untuk dapat menindak jajaran KPU yang melakukan pelanggaran data pemilih ada pada pasca-penetapan hasil Pemilu. Tetapi, lembaganya bukan lagi Bawaslu, melainkan di Mahkamah Konstitusi (MK) atau Dewan Kehormatan Penyelengara Pemilu (DKPP). Jadi, MK dan DKPP akan menjadi benteng terakhir para pencari keadilan dalam penegakan hukum. Meski demikian, pokok persoalannya bergeser bukan lagi menyangkut pelanggaran data pemilih. Melainkan, terkait dengan perselisihan hasil Pemilu yang meliputi perselisihan antara KPU dan Peserta Pemilu mengenai penetapan perolehan hasil suara hasil Pemilu secara nasional ataupun pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu.

Dalam sekian banyak persidangan di MK dan DKPP, problem dan pelanggaran data pemilih acap dijadikan salah satu alat bukti atau argumen untuk memperkuat pengaduan pihak pengadu. Jika rekomendasi dan putusan Bawaslu terkait dengan masalah dan pelanggaran data pemilih masih bisa disiasati dengan berlindung pada konstruksi hukum yang ada dan disain data pemilih yang dibuat sedemikian berkepanjangan. Di forum persidangan MK dan DKPP, sulit melakukan berbagai siasat seperti itu. Biasanya makin banyak pihak pengadu ataupun teradu bersiasat dengan dalil dan bukti yang tidak otentik dan valid, hukuman yang dijatuhkan oleh MK atau DKPP, berpotensi akan makin berat.

Achmad Fachrudin Direktur Eksekutif Institut Literasi Indonesia dan anggota Jaringan Demokrasi Indonesia

(mmu/mmu)

Tulisan ini adalah kiriman dari pembaca detik, isi dari tulisan di luar tanggung jawab redaksi. Ingin membuat tulisan kamu sendiri? Klik di sini sekarang!

Let's block ads! (Why?)

Baca Di berikut nya https://news.detik.com/kolom/d-4319103/kompleksitas-penegakan-hukum-dpt

Monday, November 26, 2018

Ukraina berlakukan hukum darurat perang tanggapi aksi Rusia

Parlemen Ukraina memutuskan untuk menerapkan hukum darurat perang di sejumlah kawasan, terutama di wilayah yang berbatasan dengan Rusia, menyusul penangkapan tiga kapal Ukraina oleh militer Rusia pada Minggu, 25 November.

Hukum darurat perang yang bakal berlaku selama 30 hari ini mengatur sejumlah aspek, di antaranya pengetatan aturan telekomunikasi dan media massa, larangan penggelaran unjuk rasa damai, dan larangan mengadakan pemilu atau referendum.

Di samping itu, hukum darurat perang juga mengatur peningkatan keamanan serta pengerahan massa untuk bekerja di fasilitas pertahanan.

Karena hukum tersebut mencakup banyak hal, termasuk pelarangan pemilu, beberapa anggota parlemen khawatir Presiden Petro Poroshenko bakal menunda pemilihan presiden pada 31 Maret 2019.

Poroshenko meredam kerisauan ini dengan berikrar dirinya tidak akan menunda pilpres dan membatasi kebebasan mendasar.

Namun, Poroshenko menegaskan, hukum darurat perang ini perlu diberlakukan karena dirinya perlu kewenangan penuh jikalau Rusia melancarkan invasi besar-besaran.

Insiden bermula ketika dua kapal artileri Ukraina, Berdyansk dan Nikopol, serta kapal tunda Yana Kapa tengah berlayar dari Pelabuhan Odessa di Laut Hitam ke Mariupol di Laut Azov.

Ukraina mengklaim pihak Rusia mencoba menghadang tiga kapal itu dan menabrak kapal tunda. Ketiga kapal itu melanjutkan pelayaran ke arah Selat Kerch, namun dihadang kapal tanker. Tiga sampai enam awak kapal dilaporkan mengalami luka-luka

Ukraina menyebut Rusia telah melakukan "aksi agresi". Sedangkan Moskow mengatakan ketiga kapal tersebut telah memasuki perairan Rusia secara ilegal.

Bentrokan itu merupakan pertama kalinya Rusia dan Ukraina terlibat dalam konflik terbuka dalam beberapa tahun terakhir, walau pasukan Ukraina telah memerangi kelompok separatis sokongan Rusia dan "relawan" Rusia di bagian timur sejak 2014.

Let's block ads! (Why?)

Baca Di berikut nya https://www.bbc.com/indonesia/dunia-46353425

Dituntut 2 Tahun Penjara, Penasihan Hukum Ahmad Dhani: Jaksa ...

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Apfia Tioconny Billy

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Kuasa hukum Ahmad Dhani keberatan dengan tuntutan penjara dua tahun yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Karena itu kuasa hukum Ahmad Dhani, Hendarsam Marantoko usai sidang pembacaan tuntutan langsung mengajukan pembelaan atau pledoi kepada Majelis Hakim.

“Kita sudah sama-sama mendengar tuntutan. Sepertinya saya gak usah tanya ngajuin pledoi, tinggal pilih seminggu apa dua minggu,” tanya Majelis Hakim Ratmoho di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (26/11/2018).

“Dua minggu,” jawab Hendarsam Marantoko.

Majelis Hakim Ratmoho menyebutkan pledoi akan dibacakan dua minggu atau pada tanggal 10 Desember 2018 mendatang. 

Di akhir sidang Majelis Hakim Ratmoho menyarankan Ahmad Dhani untuk mengeluarkan unek-unek pada saat pembacaan pledoi nanti. 

“Sesuai dengan tim penasihat hukum, kita akan undur sidang ini dua minggu, berarti tanggal 10 Desember 2018 memberikan kesempatan kepada tim penasehat hukum maupun terdakwa untuk mengajukan pleidoi,” tutur Ratmoho.

Baca: Ahmad Dhani Dituntut Dua Tahun Penjara, Dul Langsung Cium Sang Ayah

Hendarsam menilai pihak jaksa berbuat tidak adil dan tuntutan tidak sesuai dengan dakwaaan. 

Kuasa hukum Ahmad Dhani pun yakin ada banyak ruang yang bisa dikritisi pada saat pledoi mendatang.

“Sebenarnya jaksa ini ragu-ragu terkait unsur frasa pergolongan saja ragu-ragu, gak berani masuk terlalu dalam harusnya dipertegas golongannya segala macem,” ungkap Hendarsam.

Ahmad Dhani didakwa melanggar Pasal 45 huruf A ayat 2 junto 28 ayat 2 UU Nomor 19 Tahun 2016 Junto UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE junto Pasal 55 ayat 1 KUHP.

Ahmad Dhani oleh jaksa dinilai bersalah kerena menyebarkan informasi yang menimbulkan rasa kebencian dan permusuhan antar individu tertentu berdasarkan atas suku agama ras dan antar golongan (SARA).

Let's block ads! (Why?)

Baca Di berikut nya http://www.tribunnews.com/seleb/2018/11/26/dituntut-2-tahun-penjara-penasihan-hukum-ahmad-dhani-jaksa-sebenarnya-ragu-ragu

Timses Bantah Jokowi Intervensi Proses Hukum Dugaan Korupsi ...

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Sekretaris Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Raja Juli Antoni, membantah Presiden Joko Widodo mengintervensi kasus dugaan penyimpangan dana kemah dan apel Pemuda Islam Indonesia.

Hal itu disampaikan Toni, sapaannya, menanggapi pernyataan Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah sekaligus Koordinator Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno Dahnil Anzar Simanjuntak.

Dahnil sebelumnya menyatakan bahwa kasusnya itu terkesan dicari-cari.

"Itu framming keji. Pemerintahan Pak Jokowi tidak pernah melakuan intervensi terhadap kasus hukum apa pun. Berapa banyak tokoh yang tetap diproses secara hukum meskipun tokoh-tokoh tersebut adalah teman dekat dan bagian dari koalisi pemerintahan Pak Jokowi," kata Toni melalui pesan singkat, Senin (26/11/2018).

Baca juga: Buka Muktamar Pemuda Muhammadiyah, Jusuf Kalla Sempat Sindir Dahnil Anzar

Ia menambahkan, cara yang digunakan Dahnil untuk membela diri tidak etis lantaran terkesan telah menuding pemerintah mengintervensi kasus yang mesti dihadapinya.

Toni pun meminta Dahnil untuk fokus menjalani proses hukum tanpa mengaitkan campur tangan Jokowi dalam kasusnya.

Sekretaris Jenderal Partai Solidaritas Indonesia (PSI) ini menambahkan, semestinya Dahnil tak perlu gentar jika memang merasa tidak bersalah dalam kasus tersebut.

"Hadapi kasus ini dengan kepala tegak. Proses hukum akan membuktikan bahwa ia tidak bersalah apabila ia memang bersih," lanjut dia.

Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak menilai pemanggilannya sebagai saksi kasus dugaan korupsi kegiatan kegiatan kemah Pemuda Islam Indonesia 2017 sebagai sesuatu yang dicari-cari dan merupakan konsekuensi sikapnya mengkritik pemerintah.

"Yang jelas saya sejak awal paham betul konsekuensi dari sikap saya mengkritisi pemerintah, kemudian bersikap terhadap pemerintah. Jadi saya termasuk terhadap pihak aparatur keamanan. Jadi kemudian sekarang gak tahu dicari-cari apa, nanti kita lihat masyarakat yang akan menilai," kata Dahnil di Mapolda Metro Jaya, Jumat (23/11/2018).

Baca juga: Polisi: Dana Kemah Pakai Uang Rakyat, Rp 1 Pun Harus Dipertanggungjawabkan

Dahnil menambahkan, kegiatan kemah yang digelar di pelataran Candi Prambanan, Jawa Tengah pada 16-17 Desember 2017 itu diinisiasi Kementerian Pemuda dan Olah Raga (Kemenpora) Republik Indonesia dan melibatkan Pemuda Muhammadiyah dan GP Ansor.

"Tapi anehnya cuma kami yang diperiksa dan dicari-cari. Yang kedua, saya paham sekali ini konsekuensi dari sikap saya selama ini. Jadi udah dicari-carilah. Tapi nanti kita lihat pemeriksaannya bagaimana, kita tunggu saja," kata dia.


Let's block ads! (Why?)

Baca Di berikut nya https://nasional.kompas.com/read/2018/11/26/15344121/timses-bantah-jokowi-intervensi-proses-hukum-dugaan-korupsi-dana-kemah

Sunday, November 25, 2018

Supriansah: Ketidakpastian Hukum Picu Maraknya Mafia Tanah

TRIBUN-TIMUR.COM. MAKASSAR – Praktis Hukum Supriansah Mannahawu, mengatakan banyak sengketa tanah, dan maraknya kasus mafia tanah di Indonesia, dipicu lemahnya kepastian hukum di negeri ini.

Advokat yang juga Direktur Makassar Intelectual Law (MIL) ini meminta semua pihak yang bersengketa untuk menghargai dan menghormati apapun keputusan hukum di tingkat pengadilan.
“Ini tentang ketidakpastian hukum, makanya semua proses hukum harus dihargai,” katanya kepada Tribun, saat dimintai tanggapan, Minggu (25/11/2018).

Menurutnya, masih ada kesempatan bagi yang dikalahkan untuk mempertahankan haknya di pengadilan tingkat banding, kasasi dan peninjauan kembali di Mahkamah Agung (MA). “Begitulah seterusnya sampai melahirkan keputusan yang inkracht atau keputusan yang berkekuatan hukum tetap.” kata mantan Wakil Bupati Soppeng ini.

Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Klas I Makassar, mengabulkan gugatan seorang warga asal Mangarabombang, Takalar, M Syarif, yang mengaku ahli waris atas lahan di ujung selatan ruas jalan protokol di Jl AP Pettarani, September 2018 lalu.

Komentar Supriansah ini, dikemukakan menanggapi putusan pengadilan ini jadi perbincangan dan wacana publik, setelah pihak terkait menggelar aksi jalanan dan mendapat reaksi spontan dari pihak tergugat, PT Telkom Regional Office 7 Kawasan Timur Indonesia dan manajemen Phinisi Hospitality, pekan lalu.

Baca: Kantor Telkom RO 7 KTI Digugat, Ini Tiga Point Penting Manajemen

Baca: Anggiat Sinaga: Tanah Hotel Claro Dibeli dari Telkom

Kompleks perkantoran milik badan usaha milik negara (BUMN) telekomunikasi yang sudah ditempati hampir 30 tahun, termasuk lahan eks Telkom (+2 Ha) yang dibeli manajemen Phinisi Hospitality, Claro (d/h Clarion) 15 tahun lalu, diputuskan jadi hak milik penggugat.

Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Makassar Klas 1A diketuai Yuli Efendi, SH MHum. Sedangkan anggota Majelis Hakim adalah Denny Lumbang Tobing dan Doddy Hendrasakti itu.
Kini, sengketa yang menyita perhatian publik di Makassar itu dalam proses banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Sulsel.

Dua pihak tergugat, PT Telkom dan manajemen Phinisi Hospitality, tengah menunggu proses hukum lanjutan itu, dan menyebut putusan itu tak mendasar.

Baca: Manajemen Hotel Claro Klarifikasi Kasus Sengketa Tanah, Anggiat: Kasus Ini Masih Berproses Hukum

Alumnus Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia ini menyebut, fenomena gugatan hukum dan sengketa agraria banyak terjadi di kota besar yang ekonominya tumbuh pesat.

Atas rangkaian kasus yang terjadi, dia meminta warga, pemilik lahan dan otoritas keagrarian, dalam hal ini Kantor Tanah, Agraria dan Tata Ruang (ATR), untuk mengaktifkan pendaftaran tanah.
Program ini, jelas Supri, untuk menjamin kepastian hukum hak atas tanah.

Let's block ads! (Why?)

Baca Di berikut nya http://makassar.tribunnews.com/2018/11/26/supriansah-ketidakpastian-hukum-picu-maraknya-mafia-tanah

Hakim dan JPU Harus Lihat Hukum Perseroan dalam Kasus ...

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -  Mantan Direktur Keuangan PT Pertamina (Persero) Frederik Siahaan angkat bicara terkait keputusan Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta yang menolak eksepsi atau keberatan yang diajukan dalam kasus dugaan korupsi investasi.

Maruarar Siahaan, kuasa hukum Frederick Siahaan menyebut keputusan hakim menolak eksepsi  saat sidang perkara dengan menyatakan belum masuk substansi perkara boleh-boleh saja namun hakim seharusnya bisa lebih teliti lagi.

"Sebetulnya alasan (eksepsi) kami sangat kuat, ini kan hukum bisnis. Dalam bisnis itu ada untung rugi, jangan gara-gara rugi lalu dipidanakan," ujar Maruarar dalam keterangan tertulisnya kepada Tribunnews.com, Minggu (25/11/2018).

Frederik menjadi terdakwa dalam kasus dugaan kasus korupsi investasi perusahaan di Blok Basker Manta Gummy (GMG), Australia pada 2009.

Maruarar meminta hakim jangan melihat perkara ini dari sudut pandang tindak pidana saja karena yang disidik adalah sebuah korporasi.

"Rezim hukum bisnis, beda dengan rezim hukum pidana. Ini kan perseroan (Pertamina), bukan berarti pidana. Itu yang kurang didalami hakim," ungkapnya.

Baca: Pengamat Sebut Modus Korupsi Dana Pensiun Pertamina Termasuk Jarang Ditemukan

Seharusnya,  jaksa penuntut umum dan hakim bisa melihat lebih jauh terkait hukum perseroan dan hukum bisnis.

Karena kasus investasi Pertamina ini tidak hanya berkaitan dengan tindak pidana korupsi saja.

"Di dunia lalu lintas (bisnis) ini, berapa ribu perusahaan rugi tiap hari. Itu mengapa tidak dihukum," ujarnya.

Seperti diketahui, perkara dugaan korupsi tersebut terjadi pada 2009, di mana Pertamina melalui anak peru­sahaannya, PT Pertamina Hulu Energi (PHE) melakukan akui­sisi saham sebesar 10 persen terhadap ROC Oil Ltd, untuk menggarap Blok BMG.

Beberapa tahun setelah akuisisi, terjadi penurunan produksi hingga pada level tidak ekonomis dan akhirnya berhenti beroperasi.

Akhirnya, investasi sebesar 30 juta US dollar tersebut pun tak berbuah keuntungan.

Let's block ads! (Why?)

Baca Di berikut nya http://www.tribunnews.com/nasional/2018/11/25/hakim-dan-jpu-harus-lihat-hukum-perseroan-dalam-kasus-korupsi-investasi-pertamina

Siap-Siap, ELTE Mulai Diterapkan, Layanan Hukum Berbasis ...

Warta Ekonomi.co.id, Jakarta -

Penegakan hukum secara elektronik (ELTE) adalah hal yang positif dan layak diberikan apresiasi. Hal yang demikian sudah menjadi kelaziman di sektor lalu lintas, dan sudah lama diterapkan di negara-negara maju. Bahkan Kota Ho Chi Min City di Vietnam pun sudah menerapkannya.

Pada konteks pelayanan publik, ETLE juga merupakan inovasi pelayanan publik karena adanya unsur pembaruan, kemudahan, dan mempunyai akuntabilitas tinggi. Dan juga bisa direplikasi di daerah lain. Fenomena suap antara oknum polantas dengan pelaku pelanggar lalu lintas yang selama ini sering terjadi, akan hilang dengan diterapkannya ini.

"Selain itu, ETLE juga akan mendorong perilaku positif bagi pengguna kendaraan bermotor di Jakarta. Pengguna ranmor akan mematuhi rambu-rambu lalu lintas tanpa harus melihat ada polisi atau tidak. Tetapi akan dimonitor oleh "banyak mata", yakni kamera-kamera yang bisa meng-capture nomor kendaraan pemilik ranmor, karena berbasis kamera ENPR, jenis kamera tercanggih saat ini," kata Tulus Abadi, Ketua Pengurus Harian YLKI.

Oleh karena itu, 1 masyarakat pengguna ranmor di Jakarta seharusnya lebih patuh, dan waspada untuk tidak melanggar rambu-rambu lalin.

Bahkan, ETLE juga akan mendorong perwujudan lalu lintas di Jakarta yang lebih tertib dan teratur, dan selanjutnya bisa mengurangi kemacetan lalin di Kota Jakarta, karena salah satu pemicu kemacetan adalah adanya ketidakpatuhan pengguna ranmor di jalan raya.

Namun, ada beberapa catatan YLKI terkait penerapan ETLE, antara lain:

1. ETLE punya kelemahan untuk kendaraan berplat non B, maka tidak akan terdeteksi. Dan artinya jika ada kendaraan plat non B yang melanggar, maka tidak bisa dilakukan penegakan hukum. Lalu bagaimana polisi akan melakukan pengawasan terhadap kendaraan berplat non B tersebut, yang masih banyak beredar di Jakarta?

2. Penerapan ETLE jangan hanya menjadi proyek uji coba/sementara saja, tetapi harus menjadi program yang permanen untuk memperkuat penerapan ERP (Electronic Road Pricing). Belum fiksnya teknologi ELTE yang digunakan, keberlanjutan ETLE bisa berhenti di tengah jalan.

3. Sebaiknya bank tempat pembayaran ETLE bukan hanya BRI saja, tapi multi bank, dengan tujuan memudahkan akses masyarakat membayar denda tilang.

4. Bagi masyarakat pemilik kendaraan bermotor, baik mobil dan sepeda motor, yang belum balik nama; sebaiknya segera melakukan balik nama. Sebab surat pelanggaran ELTE akan dikenakan dan dikirim by pos, atas nama pemilik yang tertera pada STNK dan BPKB kendaraan. Sebab sangat mungkin yang melakukan pelanggaran adalah si A (pemilik kendaran sekarang), tetapi surat tilang akan dikirimkan ke alamat si B, karena STNK dan BPKB masih atas nama si B. Padahal yang melakukan pelanggaran rambu lalin adalah si A tersebut.

Let's block ads! (Why?)

Baca Di berikut nya https://www.wartaekonomi.co.id/read204841/siap-siap-elte-mulai-diterapkan-layanan-hukum-berbasis-elektronik.html

Ketika Korban Kekerasan Seksual Berhadapan dengan Proses ...

TEMPO.CO, Jakarta – Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menilai sistem hukum di Indonesia tak bersahabat terhadap korban kekerasan seksual. Sistem hukum yang ada dinilai masih mengabaikan kondisi psikologis korban.

“Pihak berwenang atau ahli hukum sering tidak mengerti situasi psikologi korban,” kata Ketua Komnas Perempuan Azriana Manalu kepada Tempo akhir Oktober lalu. Menurut dia, korban acap ditanya hal-hal yang justru membuatnya merasa terintimidasi.

Baca: Cerita Kelam Korban Kekerasan Seksual, Melawan Trauma dan Stigma

Apa yang disampaikan Azriana agaknya tergambar dari apa yang dialami YF, 33 tahun, korban kekerasan seksual di halte Transjakarta. Selama menjalani proses hukum kasusnya, ia kerap merasa tak dihargai sebagai korban. “Saya korban perkosaan. Tapi saya mendapat cecaran pertanyaan seperti maling,” ujarnya.

Hal tersebut salah satunya terjadi saat ia membuat laporan peristiwa kekerasan seksual yang dialaminya pada 20 Januari 2014 silam. Ia menjadi korban perilaku bejat empat petugas Transjakarta.

Kepada Tempo, ia bercerita peristiwa kelam yang dialaminya empat tahun lalu itu. Seorang diri, YF datang ke kantor Kepolisian Resor Jakarta Pusat sehari setelah kejadian. “Saat itu saya dirujuk ke PPA (Unit Perlindungan Perempuan dan Anak) di lantai 2,” kata YF saat ditemui Tempo, Ahad, 18 November lalu. Ia memutuskan bercerita kepada Tempo soal kejadian pahit itu karena selama ini suaranya tak pernah didengar media dan publik.

Baca: LBH APIK: Capres Belum Serius Bela Kasus Kekerasan Seksual

YF pun mengingat lagi. Kala itu, ia berhadapan dengan lima orang anggota polisi. Dua diantaranya perempuan, dan sisanya laki-laki. YF diminta menceritakan kejadian yang dialaminya. Ia sempat bernegosiasi agar ia bercerita kepada polwan saja agar lebih nyaman. Namun permintaannya ditolak. “Saya terpaksa cerita dan ada bapak-bapak polisi,” ujarnya.

Cerita YF bermula dari Senin pagi, 20 Januari 2014 saat ia berangkat kerja menggunakan bus Transjakarta. Di perjalanan ia pingsan karena asmanya kambuh. YF memang memiliki riwayat penyakit asma akut yang kerap kambuh jika terserang hawa dingin.

Ia yang lemas ditolong oleh seorang ibu dan petugas onboard Transjakarta. Saat sadar, YF berada di Halte Harmoni. Di sana lah ia bertemu empat pelaku, Edwin Kurnia Lingga, M Irfan, Dharman R Sitorus dan M Kurniawan. Perbuatan bejat para pelaku dilakukan di ruang genset.

Petugas berkebaya melakukan sosialisasi tentang pencegahan pelecehan seksual di transportasi publik saat menyambut Hari Kartini di dalam KRL, Jakarta, 20 April 2018. Kegiatan ini bertujuan memberi pemahaman kepada pengguna KRL mengenai bentuk-bentuk pelecehan seksual yang bisa saja terjadi. TEMPO/Muhammad Hidayat

Laporan YG ditindaklanjuti. Keesokan hari usai memberi laporan, YF diminta polisi datang ke lokasi kejadian untuk merekontruksi peristiwa secara detail. Saat itu, YF mengaku merasa tak nyaman namun tak kuasa menolak. “Mereka tahu enggak sih perasaan saya untuk masuk lagi ke ruangan itu?” ujarnya.

Dalam kondisi yang belum pulih, YF selanjutnya diminta mendampingi polisi untuk menangkap pelaku. Ia pun terpaksa berhadapan kembali dengan para pelaku pencabulan. Hari itu, dua pelaku, Dharman dan Irfan ditangkap. Sedangkan Edwin dan Kurniawan menyerahkan diri.

Penangkapan pelaku bukan berarti persoalan yang dihadapi YF berakhir. Warga Kemayoran, Jakarta Pusat itu harus menjalani proses persidangan selama lebih dari lima bulan. Lagi-lagi ia merasa tak dihargai sebagai korban.

Salah satunya saat pengacara pelaku meminta YF menggunakan kembali pakaian yang digunakan saat kejadian untuk membuktikan seberapa pendek pakaian itu di tubuhnya. “Kartika Jahja (pendamping YF) membela, hakim juga enggak setuju,” kata dia.

Baca: Komnas Sebut Banyak Kekerasan terhadap Perempuan Tak Tertangani

Empat pelaku akhirnya dikenai Pasal 281 KUHP tentang Kejahatan terhadap Kesusilaan dan dihukum 1 tahun 6 bulan penjara. Bagi YF, putusan itu tak adil. Hukuman tersebut tak sebanding dengan trauma dan stigma yang terlanjur melekat padanya. Sampai hari ini, ia masih berjuang melawan trauma dan stigma itu. “Aku manusia berharga. Aku bukan aib,” kata dia.

Azriana pun mencatat masih banyak korban kekerasan seksual yang tak seperti YF dan memilih bungkam. Ada sejumlah faktor yang menyebabkan korban enggan buka mulut, diantaranya berkaitan dengan stigma, tekanan sosial sampai proses hukum yang justru malah menambah beban.

Ia mencontohkan masalah visum. “Tak semua visum bisa keluar dalam perkara kasus kekerasan seksual terhadap perempuan,” ujarnya. Seperti kasus YF, visum fisik tidak dapat dikeluarkan kepolisian karena tidak ada luka memar di tubuh korban.

 Warga yang tergabung dalam aliansi masyarakat dan mahasiswa menggelar aksi simpatik di kawasan Bebas Kendaraan Bermotor di Surakarta, Jawa Tengah, 15 Mei 2016. Aksi dengan membawa payung, poster, peralatan rumah tangga yang bisa dibunyikan tersebut sebagai wujud genderang tanda bahaya darurat kekerasan seksual terhadap kaum hawa terutama wanita dan anak-anak semakin nyata. TEMPO/Bram Selo Agung

Pengacara publik LBH Apik, Citra Referandum mengungkap contoh lainnya. Dari beberapa kasus yang ia tangani, penegak hukum kerap membuat korban memperagakan kembali peristiwa pencabulan atau meminta korban mencari alat bukti. Padahal dua hal tersebut dapat membebani korban yang telah mengalami kekerasan seksual.

Karena itu, kata Citra, pihaknya meminta polisi untuk mereformasi perspektif kepolisian mengenai korban kekerasan seksual. "Polisi harus memberi pemahaman untuk berpihak pada korban dan membuka serta mengecek kasus-kasus yang pernah masuk untuk dikerjakan secara cepat," ujarnya.

Kepala Divisi Humas Mabes Polri Brigadir Jenderal Mohammad Iqbal menanggapi hal tersebut. Ia mengatakan bahwa dalam proses pemeriksaan, setiap korban dan saksi dapat didampingi oleh pengacara. "Yang memeriksa juga PPA, polwan-polwan yang sudah dilatih secara profesional, hal-hal yg sensitif, kewanitaan dan lain-lain," ujarnya."Kalau ada yg mengintimidasi itu oknum, bukan polisi."

Baca: Darurat Kekerasan Seksual dan Pembahasan RUU PKS yang Lambat

Let's block ads! (Why?)

Baca Di berikut nya https://nasional.tempo.co/read/1149503/ketika-korban-kekerasan-seksual-berhadapan-dengan-proses-hukum

Saturday, November 24, 2018

Dikenal Kuasa Hukum Meliana, Ranto Sibarani Turut Serta Santuni ...

Laporan Wartawan Tribun Medan/Alija Magribi

TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Dikenal sebagai pengacara Meliana, seorang wanita yang dituduh menista agama Islam karena keberatan dengan suara azan di Tanjungbalai Juli 2016 silam, sosok lain Ranto Sibarani, SH dikenal ramah oleh para pengacara dan rekan wartawan.

Ranto sapaan akrabnya, bersama dengan teman-teman pengacara yang tergabung dalam Kantor Hukum Ranto Sibarani, SH dan Rekan menggelar kegiatan bersama anak yatim muslim, meski Ranto pribadi berbeda keyakinan.

Ranto bersama rekan disambut langsung oleh Pak Imam yang merupakan tokoh masyarakat dan salah seorang pendiri Mesjid Nurul Ikhlas, Pancurbatu, Desa Namobintang Deliserdang.

Dalam sambutannya Ranto Sibarani yang didampingi oleh teman pengacara Josua Rumahorbo, Puji Marpaung, Wita, Duwi, Amel dan Andrian menyampaikan bahwa anak-anak harus rajin belajar, tetap semangat dan jangan mudah putus asa untuk meraih cita-cita.

"Jika kita giat belajar dan berdoa, semoga Tuhan mewujudkan apa yang kita cita-citakan" ujar Ranto

Pak Imam sebagai pendiri Mesjid menyampaikan bahwa apa yang diterima semoga menjadi berkah dan menjadi semangat kepada anak-anak yatim yang dapat bertegur sapa dengan pengacara-pengacara,

"Kami sangat bergembira dan berterimakasih atas kepedulian kalian ini" ujar Pak Imam.

Adapun bingkisan sosial yang diberikan berupa beras, minyak goreng, gula, pena, pensil, kotak pensil, buku tulis dan buku cerita. 

"Meskipun sedikit pemberian kami, kami berharap menjadi berkah buat adek-adek sekalian" kata Amel, salah seorang rekan Ranto, saat menyerahkan bingkisan tersebut.

Kepada Tribun Medan, Minggu (25/11/2018) pagi, Ranto mengatakan apa yang dilakukan bersama rekan penasihat hukum adalah bentuk cinta dalam menghargai keberagaman.

"Kita berharap kehidupan bermasyarakat kita yang beragam agama, beragam suku dan bahasa, dapat saling peduli dan saling membantu, sehingga kerukunan dan bhineka tunggal ika tidak hanya menjadi semboyan saja" tutup Ranto.

(cr15/tribun-medan.com)

Let's block ads! (Why?)

Baca Di berikut nya http://medan.tribunnews.com/2018/11/25/dikenal-kuasa-hukum-meliana-ranto-sibarani-turut-serta-santuni-anak-yatim

Bercermin dari Kasus Baiq Nuril, Sistem Hukum di Indonesia Belum ...

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Mike Verawati menyebut, proses hukum di Indonesia masih belum mampu melihat aspek relasi kuasa.

Hal itu, tercermin dari proses hukum kasus pelecehan seksual Baiq Nuril.

Pada kasus Baiq Nuril, aspek relasi kuasa tercermin dari status dia sebagai pegawai tata usaha honorer SMA 7 Mataram, NTB, sedangkan terduga pelaku merupakan seorang kepala sekolah di SMA tersebut.

Akibat tidak memperhatikan aspek relasi kuasa, Nuril yang merupakan korban pelecehan justru dikriminalisasi dengan dijerat menggunakan Undang-Undang ITE.

Baca juga: 6 Tuntutan Koalisi Perempuan untuk Kasus Baiq Nuril

"Memang kasus Ibu Baiq Nuril ini yang memang paling kelihatan betapa hukum kita itu masih tidak melihat relasi kuasa, ini justru mengorbankan atau mengkrimninalisasikan korban," dalam sebuah diskusi publik di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (24/11/2018).

Selain kasus Baiq Nuril, Mike mengatakan, ada banyak kasus serupa yang juga tidak memperhatikan aspek relasi kuasa.

Akibatnya, muncul pandangan bahwa jika seseorang menempuh proses peradilan berhadapan dengan pihak yang punya kekuasaan yang lebih, maka tidak akan pernah tercapai sebuah keadilan.

Jika hal ini berlangsung secara terus-menerus, akan muncul persepsi bahwa keadilan tidak pernah tercipta dalam masyarakat.

"Relasi kuasa ini menguatkan bahwa sekuat apapun kita melakukan proses-proses keadilan, ketika yang kita hadapi adalah orang yang punya relasi kuasa, itu tidak akan pernah mencapai keadilan," ujar Mike.

"Sedihnya, ketika ini diteruskan, tentunya akan muncul paradigma di dalam masyarakat bahwa pencapaian keadilan di dalam masyarakat itu tidak akan pernah ada," sambung dia.

Oleh karenanya, Mike melanjutkan, penting untuk memberikan keadilan bagi kasus yang menimpa Nuril.

Harapannya, dari proses hukum yang adil itu, ke depannya akan lahir keadilan-keadilan dalam kasus serupa.

"Ini yang perlu kita dukung, bahwa ketika kasus Baiq Nuril ini tidak kita lihat sebagai kasus yang sebenarnya adalah kekerasan seksual, di sinilah kegagalan untuk mengedepankan itu sendiri," katanya.

Baiq Nuril merupakan mantan pegawai honorer bagian tata usaha SMU 7 Mataram, NTB.

Pengadilan Negeri Kota Mataram memvonis Nuril tidak bersalah atas kasus penyebaran rekaman telepon kepala sekolahnya yang bermuatan asusila.

Jaksa penuntut umum kemudian mengajukan kasasi ke MA. Rupanya, MA memvonis sebaliknya, yakni memvonisnya bersalah dengan hukuman kurungan selama enam bulan dan denda Rp 500 juta.


Let's block ads! (Why?)

Baca Di berikut nya https://nasional.kompas.com/read/2018/11/25/07091671/bercermin-dari-kasus-baiq-nuril-sistem-hukum-di-indonesia-belum-perhatikan

Jokowi: Namanya Menabok Ya dengan Proses Hukum

Merdeka.com - Presiden Joko Widodo mengungkapkan maksud pernyataannya yang ingin menabok penyebar informasi bohong soal aktivis PKI. Jokowi menegaskan, tabok yang disampaikannya versi hukum bukan adu fisik.

BERITA TERKAIT

"Ya itu namanya menabok ya dengan proses hukum, tabok dengan proses hukum tadi," kata Jokowi di Bandara Radin Inten 2, Lampung, Sabtu (24/11).

Jokowi kembali mengingatkan jangan sampai ada yang menyebarkan informasi bohong dan fitnah. Jika terbukti melakukan tindakan tersebut akan ditindak sesuai aturan yang berlaku.

"Hati-hati fitnah, buat hoaks. Hati-hati," pesannya.

Sebelumnya, Jokowi yang merupakan calon presiden nomor urut 01 mengaku sedang mencari penyebar informasi bohong bahwa dirinya aktivis PKI. Jika ditemukan, Jokowi langsung menabok.

Itu disampaikan Jokowi saat membagikan 1.300 sertifikat tanah untuk warga Lampung Tengah di Lapangan Tenis Indoor Gunung Sugih, Lampung Tengah, Jumat (23/11). Pernyataan Jokowi langsung memantik kritikan.

Pengamat politik LIPI, Syamsudin Haris menilai seharusnya Jokowi tidak melontarkan kalimat tabok. Menurut dia, idealnya pernyataan kontroversial tersebut disampaikan oleh para tim sukses saja.

"Kesannya tidak begitu bagus buat beliau," kata Haris.

Selain Haris, Anggota Dewan Pengarah Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Fadli Zon ikut menyindir Jokowi. Fadli Zon menyindir lewat puisinya yang berjudul 'Mau Saya Tabok Rasanya'.

[eko]

Let's block ads! (Why?)

Baca Di berikut nya https://www.merdeka.com/peristiwa/jokowi-namanya-menabok-ya-dengan-proses-hukum.html

Togar Situmorang Gelar Talkshow Hukum Di Bali Oto Modification ...

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fx Ismanto

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Togar Situmorang, SH, MH, MAP. membuat gebrakan baru jika biasanya acara talkshow memgenai hukum digelar secara formal hotel - hotel kali ini Advokat yang cukup nyentrik ini akan menggelar talkshow mengenai hukum di acara Bali Oto Modification Series (BOMS) yang akan berlangsung pada 15 - 16 Desember mendatang di areal parkir Carrefour, Sunset Road, Badung. Acara Talkshow ini merupakan bentuk dukungannya terhadap BOMS khususnya generasi milenial.

"Saya dukung, sebab ini menjadi ajang positif dan mampu mewadahi kreativitas para generasi muda milenial dalam bidang otomotif dan modifikasinya. Apalagi ajang ini digarap oleh anak muda Bali yang potensial," ujar Togar Situmorang, saat ditemui di Jakarta, Sabtu (24/11/2018).

Acara talkshow mengenai hukum sendiri akan digelar disela - sela series final BOMS tersebut secara serius tapi santai. Support moril maupun materil Togar ini pun mendapatkan apresiasi dari pihak Panitia BOMS 2018 Alex Trio Junika.

"Kami bangga advokat terkenal seperti Pak Togar mau mendukung kreativitas anak-anak muda pencinta otomotif dan modifikasi. Jarang ada calon anggota DPRD apalagi advokat, yang mau mendukung komunitas otomotif," tegas Alex.

Selain gemar memodifikasi mobil dan seorang advokat Togar yang juga seorang caleg DPRD Provinsi Bali nomor urut 7 Dapil Kota Denpasar dari Partai Golkar mempunyai komitmen apabila kelak terpilih.

"Kami berkomitmen mendorong pemerintah daerah untuk lebih mendukung dan memberikan ruang kreasi bagi generasi muda pencinta otomotif dan modifikasi di Bali, untuk berprestasi dan go internasional. Kami akan dukung even BOMS ini agar bisa kita tingkatkan jadi skala Nasional bahkan Internasional", pungkas Togar

Let's block ads! (Why?)

Baca Di berikut nya http://www.tribunnews.com/nasional/2018/11/24/togar-situmorang-gelar-talkshow-hukum-di-bali-oto-modification-series