"Kita tidak ingin hukum ini dijadikan alat politik kekuasaan," kata Sandi di Makassar, Sabtu (26/1/2019).
Sandi tidak ingin lebih jauh berkomentar. Dia memberi kesempatan kepada ahli-ahli hukum terkait pembebasan terpidana kasus terorisme ini.
Sebelumnya, Sandi menyatakan semestinya hukum ditegakkan secara adil. Menurutnya, hukum tak boleh diterapkan dengan cara tebang pilih atau jadi alat kepentingan kekuasaan.
"Saya sampaikan sudah berulang kali ini adalah permasalahan hukum dan tentunya hukum ini harus tegak seadil-adilnya, hukum itu tidak boleh tebang pilih atau hukum digunakan untuk kepentingan kekuasaan. Biarkan proses hukum berjalan, kami tidak akan berkomentar, biar masyarakat yang berkomentar, juga apa hukum sudah ditegakkan seadil-adilnya," ujar Sandi kepada wartawan di Desa Kedung Jaya, Babelan, Bekasi, Jawa Barat, Selasa (22/1) lalu.
"Hukum harus menjadi supremasi dari kita semua, hargai prosesnya agar perbaikan hukum bisa lebih baik," imbuhnya.
Sebelumnya, Jokowi menyatakan alasan rencana pembebasan Ba'asyir dilatarbelakangi pertimbangan kemanusiaan. Ba'asyir sudah dalam kondisi usia lanjut. Kesehatan Ba'asyir juga sering terganggu.
Ba'asyir bisa bebas dari penjara dengan mekanisme pembebasan bersyarat. Namun ada syarat yang tak dipenuhi Ba'asyir yaitu menandatangani surat ikrar setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hal ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
Ba'asyir sebetulnya sudah bisa mengambil pembebasan bersyarat sejak 13 Desember 2018 lalu. Per tanggal tersebut, Ba'asyir telah menjalani masa pidana penjara dua pertiga masa hukuman. Namun aspek lain terkait ketentuan pembebasan bersyarat masih dalam kajian bersama BNPT, Polri, Kemlu, dan Kemenko Polhukam.
Saat ini pemerintah tengah mengkaji kembali rencana pembebasan Ba'asyir. Aspek yang dikaji mulai ideologi Pancasila, NKRI, sampai aspek hukum.
"Presiden sangat memahami permintaan keluarga tersebut. Namun tentunya masih perlu dipertimbangkan aspek-aspek lain, seperti aspek ideologi Pancasila, NKRI, hukum, dan lain sebagainya," ujar Menko Polhukam Wiranto, Senin (21/1).
Keputusan ini diambil dalam rapat koordinasi. Presiden Jokowi, menurut Wiranto, tak grusa-grusu mengambil keputusan. Karena itu, pejabat kementerian terkait mengkaji sejumlah aspek yang disebut Wiranto.
(jbr/jbr)
No comments:
Post a Comment