JAKARTA - Sepak terjang mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto (Setnov) untuk meloloskan diri dari kasus megakorupsi proyek E-KTP terbilang cukup panjang. Sejak ditetapkan sebagai tersangka pada 17 Juli 2017 lalu, Setnov memang kerap kali menampilkan drama hukum di hadapan publik.
Mulai dari upaya praperadilan yang berhasil ia menangkan, hingga drama kecelakaan yang menyebabkan kepalanya benjol sebesar bakpao. Bahkan, setelah duduk di kursi pesakitan pun ia masih kerap mengeluarkan 'nyanyian' menyeret pihak lain demi mendapatkan status justice collaborator.
Sidang Setnov pun kembali digelar Kamis 29 Maret 2018. Ia dituntut hukuman 16 tahun penjara dengan denda Rp1 miliar. Tak patah arang, Setnov pun mengajukan nota pembelaan atau pledoi atas tuntutan jaksa KPK yang akan dibacakan pada 13 April 2018 mendatang.
Terkait hal itu, Okezone paparkan perjalanan kasus Setnov bertali dengan keterlibatannya dalam megakorupsi proyek E-KTP:
Ditetapkan Tersangka dan Daftarkan Praperadilan
Saat menjabat sebagai Ketua DPR RI, Setnov ditetapkan sebagai tersangka dengan kapasitasnya sebagai Ketua Fraksi Golkar atas dugaan korupsi e-KTP pada 17 Juli 2017. Namun, pada 4 September 2017 Setnov mendaftarkan gugatan praperadilan melawan KPK ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Dia yang sebelumnya akan mengikuti segala proses hukum, bersikeras menolak status tersangkanya.
Walaupun telah mendaftarkan praperadilan, KPK tetap mengagendakan pemeriksaan terhadap Setnov. Tapi seperti pemeriksaan sebelumnya, Setnov kembali mangkir dari panggilan lantaran kondisi kesehatannya yang dikabarkan memburuk.
Praperadilan Setnov Dikabulkan
Sidang praperadilan pun digelar pada 27 September 2017. KPK yang sempat meminta hakim untuk memutarkan rekaman bukti pun ditolak. Dan akhirnya tepat dua hari kemudian, gugatan praperadilan yang diajukan Setnov dikabulkan oleh Hakim Cepi. Hakim beralasan jika penetapan tersangka yang dilakukan diawal penyidikan itu tidak sah dan alat bukti yang digunakan KPK telah digunakan pada terdakwa lain, sehingga Hakim meminta KPK untuk menghentikan penyidikan.
Ditetapkan Kembali sebagai Tersangka
Tiba-tiba pada 6 September 2017 surat perintah penyidikan (sprindik) atas nama Setnov kembali beredar di dunia maya. Hal ini pun ditanggapi oleh kuasa hukum Setnov, Frederich Yunadi yang menyebut sprindik yang beredar adalah hoaks. Melihat hal itu KPK pun bungkam.
Namun, empat hari kemudian, KPK kembali menetapkan Setnov sebagai tersangka kasus dugaan korupsi e-KTP. Komisi antirasuah itu pun mengagendakan sejumlah pemanggilan yang kembali tidak dihadiri dengan berbagai alasan. Adapun alasan yang dibuat Setnov itu adalah sedang sakit, melaksanakan tugas legislatif hingga menyinggung hak imunitas yang dimilikinya sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat itu.
Penangkapan Setnov
Penangkapan Setnov pun dilakukan oleh tujuh penyidik KPK dan didampingi aparat kepolisian pada 15 November 2017. Namun, hasilnya nihil. Setnov tidak ditemukan di kediamannya. Karena tak ingin berakhir sia-sia, KPK pun melakukan penyitaan sejumlah barang mulai dari berkas hingga rekaman CCTV rumah.
KPK berkoordinasi dengan kepolisian untuk menetapkan status Setnov sebagai buronan dan memasukkan dalam daftar pencarian orang (DPO). Hal ini dilakukan untuk membatasi ruang gerak yang segaja dilakukan Setnov untuk melarikan diri.
Sebelumnya
1 / 2
No comments:
Post a Comment