Thursday, March 1, 2018

MoU Kemendagri, Polri, Kejaksaan Potensial Picu Konflik Hukum

Jakarta, CNN Indonesia -- Pengajar ilmu hukum di Universitas Indonesia Chudry Sitompul mengatakan Nota Kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) antara Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Polri, dan Kejaksaan, berpotensi menghambat kerja Aparat Penegak Hukum (APH).

Sebab, kewenangan kepolisian maupun kejaksaan dalam mengusut perkara yang melibatkan pejabat daerah akan disaring lebih dahulu oleh Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP).

"Saya kira akan menimbulkan konflik hukum," kata Chudry, saat dihubungi CNNIndonesia.com, Kamis (1/3).

Diketahui, tiga Kementerian/Lembaga tersebut sudah menyepakati MoU tentang koordinasi antara APIP dengan APH dalam penanganan laporan atau pengaduan masyarakat yang terindikasi tindak pidana korupsi di pemerintahan daerah.

Dengan adanya MoU tersebut, maka setiap laporan dari masyarakat tidak langsung ditindaklanjuti oleh APH. Kasus itu akan lebih dulu diperiksa oleh APIP.

Tujuannya, untuk memastikan apakah laporan tersebut benar-benar berkaitan dengan dugaan tindak pidana korupsi, atau hanya sebatas perkara kesalahan administrasi semata.

Dalam menangani sebuah kasus, lanjut Chudry, kepolisian maupun kejaksaan tentunya telah mengumpulkan berbagai laporan dan bukti, sehingga tidak asal dalam memproses perkara. Dengan kesepakatan itu, APH tidak bisa menindaklanjuti laporan dan bukti yang ada.

"Misalnya kejaksaan melihat ada indikasi [korupsi], mau menahan, tapi karena ada MoU enggak bisa. Sama juga dengan kepolisian. Saya kira akan menimbulkan masalah dalam praktiknya," imbuhnya.

Kabareskrim Mabes Polri, Komjen Pol. Ari Dono Sukmanto merilis kasus perdagangan manusia jaringan internasional di Gedung Sementara Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Kamis. 10 Agustus 2017Kabareskrim Polri Komjen Ari Dono Sukmanto, di Jakarta, Kamis (10/8/2017). Ia menandatangani MoU tentang koordinasi APIP dan APH. (Foto: CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)

Ia menganggap MoU tersebut justru menimbulkan kesan adanya upaya perlindungan terhadap para pejabat daerah.

"Kan kalau dibawa ke kejaksaan atau kepolisian kan ketahuan, jadi transparan, ketahuan apakah ini sesuai dengan ketentuan adminstrasi atau enggak," tambahnya.

Saat ditanya soal kemungkinan keberadaan upaya Kemendagri untuk menutupi kegagalan tugasnya dalam melakukan pembinaan terhadap aparatur negara, dia tak membantahnya.

"Bisa dibilang begitu, yang saya katakan tadi pembinaan di bawah inspektorat berarti selama ini fungsi enggak jalan," ujarnya.

Diketahui, Mendagri memiliki tugas untuk melakukan pembinaan terhadap para pejabat daerah dalam proses pengelolaan keuangan daerah.

Hal itu tertuang dalam pasal 129 Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelola Keuangan Daerah. Bahwa, pemerintah melakukan pembinaan dan pengawasan pengelolaan keuangan daerah kepada pemerintah daerah yang dikoordinasikan oleh Menteri Dalam Negeri.

Tapi pembinaan itu seperti tak berjalan dengan baik. Sebab pada kenyataannya, banyak kepala daerah yang ditangkap oleh KPK atas dugaan tindak pidana korupsi.

Senada, koordinator divisi hukum Indonesian Corruption Watch (ICW) Lalola Ester menyebut salah satu kejanggalan dalam MoU tersebut adalah kewenangan APIP untuk memeriksa dan menentukan laporan dari masyarakat merupakan kesalahan administrasi atau tindak pidana korupsi.

Padahal, menurut Lalola, jika sudah ada tindak pidana maka yang bersangkutan juga pasti sudah melakukan kesalahan atau pelanggaran administrasi.

"Jadi logika berpikirnya terbalik," cetus Lalola.

Berpotensi Tabrak UU Tipikor

MoU tersebut mengatur bahwa laporan atau aduan yang bersifat administrasi yang ditemukan oleh APH akan ditangani oleh APIP.

Kriteria kesalahan administrasi itu dijelaskan dalam pasal 7 ayat (5) MoU tersebut. Yakni, tidak terdapat kerugian negara/daerah; terdapat kerugian namun telah diproses melalui tuntutan ganti rugi paling lambat 60 hari sejak laporan pemeriksaan diterima pejabat atau telah ditindaklanjuti dan dinyatakan selesai oleh APIP atau BPK.

Selain itu, termasuk kesalahan administrasi jika itu bagian dari diskresi dan penyelenggaraan administrasi pemerintah sepanjang sesuai dengan asas umum pemerintahan yang baik.

Chudry pun menilai aturan dalam MoU tersebut berpotensi menabrak Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi.

Peniliti ICW Lalola Ester (tengah), di Jakarta, beberapa waktu lalu.Peneliti ICW Lalola Ester (tengah), di Jakarta, beberapa waktu lalu. (Foto: ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)

Pada intinya, pasal itu mengatur setiap orang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain, menyalahgunakan kewenangan yang dapat merugikan negara, dapat dipidana.

"Penyelahgunaan wewenang itu karena kesalahan administrasi, kecuali kekurangan administrasi," jelas Chudry.

Menurutnya, pihak yang sudah dicurigai melakukan tindak pidana korupsi atau menyalahgunakan wewenang seharusnya bisa langsung dilakukan penyelidikan dan penyidikan oleh APH.

"UU Tipikor, kalau penyalahgunaan wewenang ya bisa kena," imbuhnya.

Kepala Pusat Penerangan Kemendagri Arief M Edie, pada Kamis (1/3), menjamin perjanjian kerja sama tersebut bukan merupakan bentuk intervensi APIP terhadap kewenangan APH.

"Kalau itu sudah jelas diduga tindak pidana korupsi dilaporkan sekian miliar ya kita pasti tindak lanjuti," katanya.

Arief mengatakan pemeriksaan oleh APIP dilakukan untuk memastikan keberadaan korupsi atau kesalahan administrasi semata. Prinsipnya, MoU tersebut merupakan pra-penegakan hukum.

"Koordinasi awal APIP dan APH karena di situ misalnya ada pemeriksaan BPK ditemukan bayar kurang Rp5 juta apa kurang Rp50 juta atau kelebihan bayar itu kan secara administrasi. Nah, itu diselesaikan di 60 hari masa kerja setelah temuan BPK diupload," tutur dia. (arh)

Let's block ads! (Why?)

Baca Di berikut nya https://www.cnnindonesia.com/nasional/20180302081139-12-279862/mou-kemendagri-polri-kejaksaan-potensial-picu-konflik-hukum

No comments:

Post a Comment