Tuesday, May 15, 2018

Praktisi Hukum Nilai BLBI Syafruddin Perkara Perdata

Jakarta, Gatra.com - Praktisi hukum Dodi Abdulkadir menilai misrepresentasi yang didakwakan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada Syafruddin Arsyad Temenggung dalam penyelesaian Bantuan Likuditas Bank Indonesia (BLBI), bukan merupakan kasus pidana.

Dodi kepada wartawan, Selasa (15/5), menyampaikan, bahwa jaksa penuntut umum KPK mendasarkan dakwaan soal misrepresentasi tersebut merujuk pada surat Glenn Yusuf tertanggal 1 November 1999, seolah sebagai suatu kebenaran.

Padahal, lanjut Dodi, Sjamsul Nursalim sendiri telah menolak isi surat Glenn karena itu menyangkut perselisihan (dispute) terhadap persoalan misrepresentasi atas Master Settlement and Acquisition Agreement (Perjanjian MSAA).

"Maka seharusnya klaim tersebut dibuktikan terlebih dahulu melalui pengadilan perdata. Tanpa adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht), berarti misrepresentasi itu tidak ada," ujarnya.

Dodi menilai bahwa perkara yang didakwakan KPK terhadap Syafruddin dalam kasus dugaan korupsi Surat Keterangan Lunas (SKL) BLBI itu merupakan ranah hukum perdata. Terlebih, pihak pemeritah dalam perkara perdata yang diajukan Syafruddin, menyampaikan hal bertolak belakang dengan KPK soal Sjamsul atau Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) belum memenuhi kewajibannya sesuai MSAA.

Pemerintah, lanjut Dodi, menyatakan bahwa Sjamsul telah memenuhi seluruh kewajibannya. Ini menurutnya sangat aneh, terlebih KPK mempermasalahkannya meski bukan pihak yang tertera dalam perjanjian MSAA.

Dodi mengutip pernyataan mantan Deputi Badan Penyehanan Perbankan Nasional (BPPN) bidang Asset Management Investasi, Taufik Mappaenre Maroef, menyampaikan, bahwa Sjamsul tidak melakukan misrepresentasi karena yang bersangkutan sudah menyampaikan informasi tentang utang petambak plasma kepada BPPN sebagaimana tercatat dalam Disclosure Agreement Perjanjian MSAA.

Jaksa penuntut umum KPK dalam surat dakwaan terhadap Syafruddin, Senin kemarin (14/5), menyebutkan bahwa Sjamsul berlum melunasi kewajibannya untuk melunasi kewajibannya atas misrepresentasi mengenai piutang BDNI terhadap petambak yang diserahkan kepada BPPN. Namun Syafruddin tetap memberikan Surat Keterangan Lunas (SKL) bagi Sjamsul.

KPK merujuk pada surat Glenn Yusuf yang pada pokoknya menyatakan Sjamsul Nursalim telah melakukan misrepresentasi atas keadaan kredit petambak sebesar Rp 4,8 trilyun.

KPK menganggap SAT mengetahui atas misrepresentasi tersebut, namun tetap menerbitkan Surat Pemenuhan Kewajiban Pemegang Saham tertanggal 26 April 2004, yang dikenal juga sebagai Surat Keterangan Lunas (SKL).

Jaksa penuntut umum KPK mendakwa Syafruddin Arsyad Temenggung selaku Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) 2002-2002 memperkaya Sjamsul Nursalim sejumlah Rp 4.580.000.000.000 (Rp 4,5 trilyun).

Atas perbuatan tersebut, Syafruddin didakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP sebagaimana dakawaan pertama.

Atau, perbuatan terdakwa Syafruddin melanggar dakwaan kedua, yakni Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.


Editor: Iwan Sutiawan

Let's block ads! (Why?)

Baca Di berikut nya https://www.gatra.com/rubrik/nasional/322659-praktisi-hukum-nilai-blbi-syafruddin-perkara-perdata

No comments:

Post a Comment