"Seyogiyanya sudah dialokasikan dari awal terhadap rencana pemberian THR dalam APBN. THR di masa sebelum pemerintahan ini biasanya selalu dianggarkan ke APBN, walau katanya seperti itu sudah berlangsung sejak 2016," ungkap Taufik kepada detikcom, Sabtu (9/6/2018).
Kebijakan soal pemberian THR berawal dari dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2018 soal besaran THR kepada aparatur sipil negara (ASN) tahun 2018 yang besarannya sama dengan penghasilan pada bulan Mei ini. Untuk memenuhi amanat tersebut, Kemendagri lalu mengeluarkan Surat Menteri Dalam Negeri kepada Gubernur No. 903/3386/SJ tertanggal 30 Mei 2018 dan Surat Menteri Dalam Negeri kepada Bupati/Wali Kota No. 903/3387/SJ tanggal 30 Mei 2018 tentang Pemberian THR dan Gaji ke-13 yang bersumber dari APBD.
"Alokasi APBD harus melibatkan keputusan bersama dengan DPRD, seperti halnya APBN bersama DPR. Alokasi THR dalam APBD di daerah, ini tentunya sangat rawan, karena landasan hukum harus kuat, karena penetapan THR dalam APBD tentu tidak bisa serta merta seorang kepala daerah saja. Dengan kebijakan pemerintah yang dibebankan ke APBD ini, tentu dalam waktu dekat apakah memungkinkan untuk mengambil langkah sesuai mekanisme dalam perubahan APBD di daerah?" urai Taufik.
Wakil Ketua DPR bidang Koordinator Ekonomi dan Keuangan ini juga menyebut pemberian THR lewat APBD dapat memiliki konsekuensi hukum. Hal tersebut lantaran kebijakan tersebut hanya dengan Permendagri.
"Jangan sampai terjadi seperti pemberian dana purnabakti atau pesangon dari DPRD saat DPRD awal-awal reformasi dulu, akhirnya banyak menyeret anggota DPRD dalam kasus hukum, sungguhpun dana purnabakti sudah dapat persetujuan kepala daerah dan DPRD," kata Taufik.
"Karena tak ada cantolan hukum yang kuat, hanya dalam peraturan menteri. Akhirnya jadi masalah hukum karena dianggap penyalahgunaan kewenangan. Hampir semua anggota DPRD periode 1999-2004 kena dan harus mengembalikan," imbuh politikus PAN itu.
Taufik menyatakan DPR dapat memahami kegelisahan kepada daerah yang secara mendadak diminta mengalokasikan dana untuk THR PNS. Dia juga mempertanyakan apakah pemerintah pusat telah berkoordinasi dengan penegak hukum agar perihal ini tidak akan jadi temuan masalah ke depannya.
"Ini runtutan kewenangan secara sepihak dari eksekutif, apakah keputusan ini sudah berkonsultasi dulu ke yudikatif atau penegak hukum? Jangan sampai bermasalah hukum seperti dana purnabakti karena saat itu tidak konsultasi ke penegak hukum. Atau seperti kasus dana asuransi fiktif, pemberian untuk kepala daerah dan anggota DPRD dalam bentuk asuransi, itu juga bermasalah banyak," papar Taufik.
DPR menurutnya mendukung pemberian THR kepada PNS dan aparatur negara lainnya karena itu merupakan hak. Hanya saja Taufik juga meminta pemerintah pusat memikirkan dampak yang akan ditimbulkan manakala pemberiannya tidak memiliki landasan hukum yang kuat.
"Kami sangat mendukung pemberian THR karena itu hak, tapi jangan sampai itu berpotensi masalah hukum," ucapnya.
Seperti diketahui, sejumlah kepala daerah keberatan atas kebijakan pembayaran THR dan gaji ke-13 PNS daerah menggunakan dana dari APBD. Namun Presiden sudah memastikan seluruh PNS akan menerima THR.
"Seluruh daerah (542 daerah) sudah menganggarkan. Sampai saat ini, sudah sekitar 380-an daerah yang menyalurkan THR. Ini tinggal proses penyelesaian saja. Ada yang mungkin sudah diberikan minggu yang lalu. Ada yang baru diberikan minggu ini. Jadi tinggal sehari-dua hari ini akan diselesaikan oleh pemerintah daerah," ujar di Kabupaten Indramayu, Kamis (7/6).
(elz/nkn)
No comments:
Post a Comment