MINGGU (7/10) hari ini merupakan hari bersejarah bagi Haizir Sulaiman. Ia resmi dilantik sebagai Direktur Utama (Dirut) Bank Aceh oleh Plt Gubernur Aceh, Ir Nova Iriansyah MT, di Pendopo Gubernur Aceh, Banda Aceh.
Pelantikan ini merupakan tindak lanjut dari keputusan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) Bank Aceh pada 28 Februari 2018, di mana para pemegang saham dengan suara bulat memilih Haizir sebagai dirut untuk periode masa jabatan 2018-2022.
Haizir dipilih untuk menggantikan posisi Busra Abdullah SE yang meninggal dunia pada 29 Desember 2017. Dengan demikian, Haizir tercatat sebagai dirut ketujuh sejak Bank Aceh berdiri tahun 1973, dan dirut kedua sejak Bank Aceh resmi dikonversi dari sistem konvensional ke sistem syariah tahun 2016.
Meski seorang bankir, disiplin ilmu Haizir sebenarnya adalah ilmu hukum. Ia lulus dari Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala tahun 1988. Putra Alur Pinang, Sama Dua, Aceh Selatan ini bahkan sempat menyelesaikan pendidikan S2 dan memperoleh gelar Magister Hukum pada tahun 2009, saat ia telah memperoleh posisi mantereng di bank Aceh.
Mengawali karirnya sebagai Pelaksana Administrasi tahun 1990, secara bertahap karir Haizir terus menanjak. Tahun 1992 ia ditunjuk sebagai Supervisor Kredit Umum, dilanjutkan sebagai Pjs Kepala Bagian tahun 1997, dan Kepala Bidang Legal dan Kredit Support tahun 1999.
Tahun 2004, Haizir pun mulai bersentuhan dengan sistem perbankan syariah. Saat itu, Bank Aceh di bawah kepemimpinan Aminullah Usman melakukan ekspansi bisnis dengan membuka Unit Usaha Syariah (UUS). Haizir ditunjuk sebagai Pemimpin Cabang Syariah Banda Aceh, sekaligus orang pertama yang memimpin Unit Usaha Syariah (UUS) di Bank Aceh.
Karena itu, sistem perbankan syariah bukanlah hal yang baru bagi pria kelahiran 15 April 1963 ini. Di masa kepemimpinannya sebagai pemimpin cabang, kinerja keuangan UUS Bank Aceh naik cukup tajam. Dari modal awal yang hanya Rp 5 miliar, dalam waktu lima tahun (2009), UUS Bank Aceh telah berhasil mencatatkan aset sebesar Rp 816 miliar, menguasai 42,37 persen dari total aset perbankan syariah di Aceh yang sebesar Rp 2,04 triliun.
Karir Haizir tak berhenti di situ. Tahun 2010 ia mulai masuk dalam jajajaran direksi, dilantik pada posisi baru di Bank Aceh, yakni sebagai Direktur Syariah dan SDM. Posisi tersebut membuatnya makin giat menggenjot kinerja UUS.
Tahun 2015 atau setahun menjelang Bank Aceh dikonversi ke Syariah, aset UUS Bank Aceh telah mencapai Rp 2,58 triliun dengan kemampuan memperoleh laba sebesar Rp 51,74 miliar. Sementara itu penyaluran pembiayaan telah mencapai sebesar Rp 1,7 triliun dan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang dihimpun sebesar Rp 2,089 triliun.
Haizir juga sangat getol memperjuangkan terwujudnya Bank Aceh Syariah di tengah upaya penolakan dari beberapa jajaran direksi lainnya. Ia bahkan siap mempertaruhkan jabatannya untuk mewujudkan hal itu.
“Saya rasa tidak ada gunanya saya bekerja di Bank Aceh kalau syariah ini tidak terwujud. Inilah mungkin salah satu perjuangan saya yang paling berharga untuk agama,” kata Haizir satu waktu kepada Serambi, sekitar tahun 2015.
Impian itu akhirnya terwujud. Dengan dukungan semua pihak, tahun 2016 Bank Aceh resmi dikonversi dari sistem konvensional ke sistem syariah. Seiring dengan terlaksananya konversi, jabatan Haizir sebagai Direktur Syariah dan SDM dihilangkan dan diganti menjadi Direktur Dana dan Jasa.
Minggu hari ini, 7 Oktober 2018, Haizir resmi memimpin Bank Aceh. Semoga, di masa kepemimpinannya, Bank Aceh akan terus tumbuh semakin besar mengikuti perkembangan informasi teknologi (IT) yang sudah semakin maju.(yocerizal)
Baca Di berikut nya http://aceh.tribunnews.com/2018/10/07/haizir-sarjana-hukum-yang-jadi-bankir-syariah
No comments:
Post a Comment