INFO NASIONAL-- Selepas masa penjajahan Belanda, Indonesia mendapatkan pelimpahan aset dari Belanda dalam jumlah yang sangat besar baik dalam bentuk tanah maupun bangunan. Dinamika penyelenggaraan negara dan pengelola yang berjalan semenjak kemerdekaan menyisakan beberapa kesalahpahaman terkait status tanah. Kebanyakan kesalahpahaman ini terjadi pada tanah berstatus Grondkaart (kartu tanah/kartu ukur tanah/peta tanah) sebagai alas hak bukti kepemilikan.
“Saat ini tercatat ada 40an kasus pidana terkait konflik tanah. Itu belum kasus yang perdata,” ujar Dr. Suradi, Kepala Sub Unit II Sub Direktorat II Tindak Pidana Umum Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara Republik Indonesia. hal ini diuangkapkan Suradi dalam diskusi Ngobrol@Tempo dengan tema “Keabsahan Grondkaart di Mata Hukum” pada Kamis, 6 Desember 2018 di Ballroom Singosari, Hotel Borobudur, Jakarta.
Untuk mendalami tentang Grondkaart, Dr. Suradi bersama PT Kereta Api Indonesia (Persero) bahkan melakukan pembelajaran/penelitian dan penyelidikan terkait Grondkaart sampai ke Belanda. Proses dan metode pengarsipan di Belanda dianggap lebih rapi sehingga memudahkan dalam menelisik arsip-arsip yang berhubungan dengan Grondkaart sebagai bukti kepemilikan sehingga menemukan titik terang dalam proses penanganan kasus-kasus kepemilikan lahan.
Dr. Suradi yang juga merupakan anggota dari Satgas Mafia Tanah menegaskan bila aset tanah milik negara harus dijaga dan diselamatkan dari penyerobotan dan penguasaan yang dilakukan secara ilegal. Sebagai penegak hukum, Suradi mengatakan bila tidak akan ragu-ragu bertindak penegakan hukum dengan catatan memiliki bukti dan dasar yang kuat dan benar.
Terkait kasus-kasus yang melibatkan Grondkaart, Suradi menegaskan bahwa Grondkaart merupakan alat bukti penegakan hukum yang kuat dan sempurna. “Posisinya sebagai alat bukti dalam penegakan hukum. Grondkaart diteliti sebagai bukti penguasaan secara fisik dan alas hak kepemilikan yang sah dan sempurnah. Dalam prosesnya akan diteliti keaslian dan asal-usul diterbitkannya Grondkaart yang dipakai,” ujarnya.
Kekuatan Grondkaart di mata hukum, tambah Suradi, saat ini masih sangat kuat. “Karena itu pemegang Grondkaart dapat melakukan konversi grondkaart menjadi sertifikat sesuai peruntukan dan keperluannya” ujarnya. Terkait banyaknya disinformasi dan kesalahpahaman terkait Grondkaart, Suradi menilai perlu persamaan persepsi pada para aparat penegak hukum dan aparat penyelengara administrasi negara mengenai pemahaman grondkaart sebagai alas hak yang sah dan sempurna.(*)
Baca Di berikut nya https://nasional.tempo.co/read/1153838/grondkaart-sebagai-alat-bukti-dalam-penegakan-hukum
No comments:
Post a Comment