Wednesday, January 16, 2019

Hukum Harus Ciptakan Kemanfaatan dan Keadilan, Bukan Kesengsaraan - iNews

SEMARANG, iNews.id – Pembicaraan tentang hukum tidak bisa terkotak hanya pada aspek pemenuhan unsur kepastian secara tekstual-normatif. Membicarakan hukum berarti harus mengaitkan dengan interaksinya pada norma-norma lain. Keterkaitan ini akan memunculkan tujuan hukum yakni mewujudkan keadilan.

Pernyataan ini disampaikan Guru Besar Fakultas Hukum dan Masyarakat FH Undip Prof Dr Esmi Warasih dalam Diskusi Hot Topic bertemakan “Refleksi Penegakan Hukum” MNC Trijaya FM Semarang, di Lobby Gets Hotel Semarang, Jawa Tengah, Rabu (16/1/2019).

“Norma hukum mestinya bisa diseimbangkan dengan norma-norma lain dalam masyarakat yang berinteraksi dengannya, di mana hukum harus mampu mewujudkan rasa keadilan dan keseimbangan dengan norma budaya, etika, moral, dan norma agama seperti tercermin dalam cita hukum negara kita yaitu Pancasila,” ujar Esmi.

Menurut dia, sejatinya masyarakat hidup terikat dalam hukum itu bukan untuk mencari kesalahan, tapi untuk memunculkan dan membudayakan kebenaran yang dapat menghasilkan rasa keadilan dan keseimbangan keadilan itu sendiri.

“Sebab tujuan hakiki daripada hukum adalah untuk menciptakan kebahagiaan, kedamaian, kesejahteraan, dan kemanfaatan bagi manusia, bukan untuk melanggengkan kesengsaraan,” ujarnya.

BACA JUGA: Manipulasi Penegakan Hukum di Negeri Religius

Berkaca dari kasus hukum yang menjerat mantan Ketua DPD Irman Gusman, secara tekstual-yuridis dia dianggap telah bersalah oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dan dijatuhi hukuman penjara 4, 5 tahun ditambah pencabutan hak politik selama tiga tahun.

Namun dilihat dari kacamata sosiologi hukum, menurut Esmi, sulit untuk menghadirkan keadilan ketika tolok ukur yang digunakan adalah neraca hukum tekstual semata.

“Tidak mungkin dari sudut pandang yang sempit itu kita bisa menilai rekam jejak, manfaat dan hasil kerja dan jasa-jasa seorang mantan pejabat tinggi negara dalam totalitas kehidupan dan darma baktinya,” ucapnya.

Esmi menilai, dari sudut pandang penerima manfaat, Irman Gusman dapat dianggap sebagai pahlawan yang telah terkorbankan gara-gara membela kepentingan masyarakat di daerahnya, yaitu upayanya untuk menurunkan harga gula. Lebih dari itu, Irman sama sekali tidak terbukti merugikan keuangan negara.

“Maka sedikit sumir bila seorang wakil rakyat dalam menjalankan tugas dan tanggung-jawabnya harus pula dijerat oleh hukum, dengan alasan tekstual. Padahal, terbukti bahwa masyarakat di daerahnya menerima manfaat yang besar dari hasil kerja itu. Artinya, dia mendatangkan manfaat, tapi dikorbankan,” tuturnya.

BACA JUGA: Para Pakar Hukum Nilai Irman Gusman Tak Bersalah di Kasus Impor Gula

Atas dasar itu, pendekatan yang dilakukan penegak hukumharus terjadi pegeseran yang kuat. Karena kalau tidak, akan terjadi pendekatan pasal-pasal. Sementara pasal-pasal ini juga harus dimaknai. Kalau tidak dilakukan dengan pendekatan nonhukum, maka pada akhirnya terbelenggu kaku.

Pakar Hukum Pidana Materiil Undip Prof Dr Nyoman Serikat Putra Jaya menjelaskan, aturan hukum harus diluruskan serta disesuaikan dengan perkembangan kemajuan ilmu dan teknologi. Hukum tidak bisa menyalahkan perkembangan masyarakat.

"Masalah korupsi, misalnya, aparat penegak disediakan sekian pasal untuk penanganan hukum. Nah, saya kurang paham, aparat terpatri pada satu pasal," ujar Nyoman.

Dia mengingatkan, dalam hukum pidana bila ada benturan kepastian hukum dan keadilan, maka yang diutamakan adalah keadilan. Bahkan ketentuan itu sudah masuk RUU Hukum Pidana. “Jadi di sini terdapat tuntutan kejelian penegak untuk melihat persoalannya,” ungkapnya.

Dia mencontohkan, suatu perbuatan penggelapan berupa pengalihan dana, itu salah. Namun faktanya kepentingan umum dilayani, tidak merugikan negara, terdakwa tidak diuntungkan. Maka dalam kasus ini harus menjadi pertimbangan.

Sementara itu, Sekretaris Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Undip Dr Pudjiono berpandangan, hakim dalam membuat putusan tak hanya bicara soal tekstual, tetapi bagaimana pada rasa keadilan masyarakat dan juga keadilan pelaku tindak pidana.

Menurutnya, ada dua proses dalam aspek pemidanaan, yaitu pembuktian yuridis dan penjatuhan pidana. Pada pembuktian yuridis, hukum hanya ditegakkan pada satu sisi. “Dalam proses pembuktian yuridis, orang hukum selalu berpikir secara isoterik, yaitu rambu-rambu sesuai konteks hukum atau hanya bisa dipahami orang hukum,” ucapnya.

Editor : Zen Teguh

Let's block ads! (Why?)

Baca Di berikut nya https://www.inews.id/daerah/jateng/hukum-harus-ciptakan-kemanfaatan-dan-keadilan-bukan-kesengsaraan/432109

No comments:

Post a Comment