TRIBUNKALTIM.CO, TENGGARONG - Keberadaan masyarakat hukum adat di Kukar perlu mendapatkan pengakuan dan perlindungan secara hukum. Saat ini Rancangan Peraturan Bupati (Raperbup) tentang Penetapan Masyarakat Hukum Adat sedang digodok.
Lembaga Prakarsa Borneo Balikpapan melakukan riset sejak pertengahan 2017 hingga awal 2018 terkait keberadaan masyarakat hukum adat. Hasil risetnya sudah disampaikan ke Plt Bupati Kukar Edi Damansyah, salah satu rekomendasinya ini untuk memastikan keberadaan masyarakat hukum adat.
"Riset kami bicara soal bagaimana pengakuan dan perlindungan terhadap masyarakat hukum adat, salah satu rekomendasi secara formal harus ada identifikasi. Kami berdiskusi dengan Pemkab Kukar, Plt Bupati bersedia, lalu kami buatkan nota kesepahaman pada Februari 2018 lalu," kata Muhammad Nasir, Manajer Program Lembaga Prakarsa Borneo Balikpapan usai acara Forum Grup Diskusi (FGD) di Hotel Grand Elty Singgasana Tenggarong, Rabu (16/1).
Dalam menyusun Raperbup ini, lembaga riset ini juga perlu menerima masukan dari berbagai pihak terkat, seperti tokoh masyarakat adat, akademisi, mahasiswa, LSM dan OPD terkait, sehingga digelar FGD kemarin. "Yang kami diskusikan hari ini bertujuan untuk mendapatkan respons dari masyarakat serta Pemkab," ujarnya.
Ia mengatakan, ada 3 hal yang didiskusikan, yakni bagaimana identifikasi dilakukan, model verifikasi dan cara penetapannya. Rahmah, Legal Drafter, mengemukakan Perbup ini sebagai katalisator untuk mempercepat proses pengakuan masyarakat hukum adat karena sebenarnya secara regulasi sudah ada.
"Konstitusi sudah mengatur dan Permendagri Nomor 52/2014 menjadi dasar cantolan Perbup juga sudah ada, kita punya contoh di Paser. Paser sudah punya Perbup Nomor 63/2017, saat ini di Paser sudah ada satu masyarakat adat yang ditetapkan lewat SK Bupati," ujar Rahmah. Lidya, masyarakat Dayak Modang, mengaku gelisah ada beberapa suku Dayak tapi tidak memiliki wilayah adat.
"Untuk saat ini, Suku Dayak yang punya wilayah adat, yakni Modang, Kenyah, Punan, Tunjung, Benuaq dan Basap, suku-suku yang ada ini harus identifikasi di mana wilayah adatnya supaya diakui," tuturnya.
Dengan adanya payung hukum, kata Lidya, pengembangan kebudayaan bisa lebih fokus. Ia berharap ada pembenahan struktur kelembagaan adat, jadi orang yang duduk sebagai kepala adat merupakan orang mumpuni, paham tentang adat istiadat, dipilih masyarakat adat dan tidak menyalahgunakan kewenangan. (*)
Baca Di berikut nya http://kaltim.tribunnews.com/2019/01/17/masyarakat-hukum-adat-harus-diidentifikasi
No comments:
Post a Comment