Kasubbag Humas Polres Tulungagung AKP Sumaji mengatakan diversi atau pengalihan penyelesaian perkara anak di luar peradilan pidana tidak bisa dilakukan karena ancaman hukuman yang menjerat pelajar 16 tahun tersebut mencapai 20 tahun.
"Sesuai Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA), proses diversi bisa dilakukan kalau ancaman hukumannya di bawah tujuh tahun. Kalau yang perkara ini kan jauh di atasnya," kata Sumaji, Rabu (16/1/2019).
Dijelaskan dengan aturan itu pihak menyidik dipastikan akan mengantarkan proses hukum pelajar tersebut hingga ke Kejaksaan Tulungagung dan dilanjutkan ke pengadilan setempat. "Kalau terkait nanti putusan pengadilan seperti apa adalah wewenang dari hakim. Kami hanya bertugas melakukan penyelidikan dan penyidikan," ujarnya.
Perwira pertama ini memastikan, penyidik UPPA Polres Tulungagung telah memiliki alat bukti dan keterangan yang kuat untuk menjerat ibu bayi tersebut. Bahkan dalam proses pemeriksaan, tersangka yang tidak lain adalah ibu bayi mengakui seluruh perbuatannya menganiaya bayi yang baru dilahirkan hingga tewas.
"Selain itu juga dikuatkan dengan hasil autopsi yang dilakukan dokter forensik, hasilnya sangat jelas jika bayi tersebut sengaja dibunuh dengan cara di cekik," imbuhnya.
Sebelumnya, sesosok bayi perempuan ditemukan tewas di salam kloset Puskesmas Kauman Tulungagung. Bayi itu dilahirkan oleh seorang pelajar di dalam toilet sesaat setelah dikakukan pemeriksaan awal oleh petugas jaga. Akibat perbuatannya, pekaku ditetapkan sebagai tersangka dijerat UU RI tentang Perlindungan Anak.
(iwd/iwd)
No comments:
Post a Comment