"Di Aceh itu ada hukum syariatnya. Pelaksanaan syariat itu diatur di Qanun, dalam Perda Nomor 11 Tahun 2002, yang di dalam itu belum ada hukuman potong tangan," kata Aminullah di gedung Transmedia, Jalan Kapten Tendean, Jakarta Selatan, Kamis (24/1/2019).
Aminullah menjelaskan hukuman fisik yang diatur dalam Perda Nomor 11 Tahun 2002 adalah hukuman cambuk. Dia menyatakan hukuman bagi koruptor tetap mengikuti aturan yang berlaku saat ini.
"Tapi yang ada hukuman cambuk. Hukuman cambuk pun ada aturan, tingkat yang mana," terang peraih wali kota paling berintegritas versi KPK ini.
"Mungkin kalau yang korupsi ada hukuman pidana yang harus dijalani. Tapi kalau misalnya hukuman karena minuman keras, perjudian, nah ini yang kena hukuman cambuk," imbuhnya.
Soal isu hukum potong tangan bagi koruptor menjadi salah satu pembahasan Majelis Ulama Indonesia (MUI). MUI menegaskan tidak pernah membuat draf untuk hukuman potong tangan terhadap koruptor dan pencuri.
"Termasuk (yang diklarifikasi yang disampaikan) penyampaian tentang MUI tidak pernah mengusulkan atau membuat draf untuk hukuman potong tangan terhadap koruptor. Jadi MUI belum pernah secara kelembagaan, secara organisasi, untuk mengusulkan hukum potong tangan kepada koruptor atau pencuri," kata Ketua Komisi Dakwah MUI KH Cholil Nafis kepada wartawan di kediaman Ma'ruf, Jalan Situbondo, Menteng, Jakarta Pusat, (3/1/2019).
Aminullah merupakan Wali Kota Banda Aceh yang dilantik pada 7 Juli 2017. Aminullah, yang berpasangan dengan Zainal Arifin, memenangi Pilkada Banda Aceh pada 2017 mengalahkan pasangan Illiza Saaduddin Djamal-Farid Nyak Umar.
Aminullah meraup suara 63.087. Dia maju di Pilkada Banda Aceh 2017 diusung oleh NasDem, PAN, Golkar, Gerindra, PKB, dan PBB.
(zak/asp)
No comments:
Post a Comment