MLA dengan Swiss Diapresiasi untuk Penegakan Hukum
Jakarta- Guru Besar Hukum Pidana Universitas Krisnadwipayana Indriyanto Seno Adji menyambut positif ditandanganinya Perjanjian Bantuan Hukum Timbal Balik atau Mutual Legal Assistance (MLA) antara Pemerintah RI dan Swiss di Bernerhof Bern, Senin (4/2).
Indriyanto menilai, MLA itu sebagai terobosan dalam bidang hukum pidana internasional, terutama menyangkut kejahatan luar biasa lintas negara atau interstate extraordinary crime seperti penggelapan pajak, korupsi, dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Apalagi, harus diakui, Swiss merupakan salah satu negara yang menjadi tujuan penyimpanan aset-aset hasil dari kejahatan.
"Jadi, Perjanjian MLA ini merupakan terobosan baru dalam bidang Hukum Pidana Internasional terhadap Interstate extra ordinary crimes seperti korupsi, penggelapan pajak (tax fraud), dan TPPU," kata Indriyanto Seno Adji kepada SP, Rabu (6/2).
Dengan perjanjian MLA, Indriyanto Seno Adji yang juga mantan Komisioner KPK itu menegaskan, aset atau harta ilegal yang diduga berasal dari kejahatan korupsi, penggelapan pajak, maupun TPPU yang disimpan di Swiss dapat lebih transparan.
Dengan demikian aparat penegak hukum termasuk KPK dapat meminta otoritas Swiss untuk melakukan upaya paksa seperti pemblokiran, penyitaan maupun perampasan atas aset-aset tersebut.
"Jadi sudah tidak ada tempat atau blackhole bagi kejahatan korupsi, pajak, dan TPPU yang bersifat global crimes," tegas Indriyanto Seno Adji.
Untuk itu, Indriyanto Seno Adji mendorong DPR segera meratifikasi perjanjian MLA. Dengan diratifikasi, aparat penegak hukum dapat menjalankan MLA tersebut.
"DPR harus mendukung program pemberantasan kejahatan luar biasa ini dengan melakukan ratifikasi atas perjanjian MLA ini," katanya.
Perjanjian MLA antara pemerintah Indonesia dan Swiss ini terdiri atas 39 pasal. Di antaranya mengatur bantuan hukum mengenai pelacakan, pembekuan, penyitaan hingga perampasan aset hasil tindak kejahatan. Ruang lingkup bantuan hukum timbal balik pidana yang luas ini merupakan salah satu bagian penting dalam rangka mendukung proses hukum pidana di negara peminta.
Perjanjian MLA juga dapat digunakan memerangi kejahatan di bidang perpajakan sebagai upaya Indonesia memastikan warga negara atau badan hukum tidak melakukan kejahatan perpajakan.
Atas usulan RI, perjanjian ini juga menganut prinsip retroaktif. Prinsip itu memungkinkan untuk menjangkau tindak pidana yang telah dilakukan sebelum berlakunya perjanjian sepanjang putusan pengadilannya belum dilaksanakan. Apalagi, Swiss acapkali diasumsikan sebagai salah satu negara tempat aman menyimpan aset hasil kejahatan dari negara lain termasuk Indonesia.
No comments:
Post a Comment