Seakan lagu wajib karaoke massal, mikrofon dengan cepat berputar, dipindahkan dari satu tangan ke pengunjung lainnya. Bak konser, mereka menyanyikan bersama lagu tersebut dipandu sang penguasa mikrofon.
Keberadaan layar bertuliskan lirik seolah tak berguna karena mereka hafal tiap penggal lagu tersebut. Layar tersebut baru menjadi panduan kala pemandu memutar lagu-lagu masa kini.
Saat lagu kekinian berkumandang, tak banyak yang ikut bernyanyi. Kebanyakan hanya ikut berdendang di bagian refrein, sisanya cuma dimanfaatkan untuk berjoget.
Salah satu pemandu karaoke kenamaan, Oomleo, mengakui fenomena demam lagu lawas dalam tiap karaoke massal di bar yang belakangan berkembang di kota-kota besar di Indonesia.
Oomleo, mengakui fenomena demam lagu lawas dalam tiap karaoke massal di bar yang belakangan berkembang di kota-kota besar di Indonesia. (CNN Indonesia/Tri Wahyuni)
|
"Asumsi gua yang paling dasar adalah orang-orang butuh hiburan dan butuh hal-hal yang sangat menyenangkan, seperti bernyanyi lagu-lagu yang mereka anggap bahwa ini sangat 'sing along.' Itu enggak banyak tersedia saat ini," ujar Oomleo saat berbincang dengan CNNIndonesia.com.
Menurut seniman penyandang nama lahir Narpati Awangga ini, kebangkitan lagu lawas di karaoke massal ini juga karena banyak orang merindukan masa keemasan musik dunia atau Indonesia.
Dalam wawancara bersama Gofar Hilman di program Ngobam, Oomleo memang mengakui bahwa medio 90-an merupakan masa keemasan musik, kala para musisi benar-benar memikirkan lagunya dapat dinyanyikan bersama dari awal hingga akhir.
"Bedanya lagu zaman dulu sama sekarang, di zaman dulu orang sudah bersikap bahwa lagu harus sudah bisa sing along dari awal sampai selesai itu lagu, semua orang bakal nyanyi," tutur Oomleo.
Ia kemudian berkata, "Kalau sekarang, lagunya Bruno Mars bagian rap-nya itu enggak ada yang nyanyi orang-orang. Mereka baru nyanyi pas bagian ref-nya."
"Orang-orang membutuhkan lagu-lagu yang fresh, yang baru, tapi enggak dapet, enggak ada. Mereka enggak bisa menemukan itu," katanya saat ditemui di kawasan Senopati di sela kegiatannya beberapa waktu lalu.
Menurut Oomleo, inovasi musik sekarang hanya muncul di ranah musik dansa elektronik atau EDM. Namun, musik semacam itu hanya cocok dibawakan untuk berjoget, bukan sing along seperti karaoke.
"Sekarang mungkin orang kebingungan menciptakan genre musik baru dan akhirnya hanya mengulang apa yang terjadi di masa lampau. Masa keemasannya kan sudah terjadi di tahun 80-an, 90-an, dan 2000-an. Akan sulit untuk memulai sebuah ranah masa keemasan yang baru sekarang. Gua pikir itu sangat berpengaruh sekali terhadap apa yang terjadi di industri karaoke di Indonesia," kata Oomleo.
Oomleo berpendapat bahwa tren karaoke massal terjadi karena saat ini industri musik dunia dan nasional cenderung stagnan. (CNN Indonesia/Bisma Septalisma)
|
Berbeda dengan medio 1990-an hingga awal 2000-an, di mana tak banyak acara seperti konser, tapi pilihan untuk mendengarkan musik populer lebih banyak. Saat ini, pilihan lagu seseorang bergantung pada algoritma dan rekomendasi dari layanan streaming.
Di tengah kejenuhan ini, orang berlomba mencari sentuhan baru yang pada akhirnya dapat membawa kembali sensasi masa lalu.
"Banyak banget orang berusaha membuat gimmick, menciptakan sesuatu yang baru walaupun polanya pola lama, tapi diciptakan di saat momentum sekarang, seperti sekarang ada Diskopantera, Diskoria, Feel Koplo, Mr. Nostalgila, juga DJ yang memainkan lagu sing along," kata Oomleo.
Menutup pernyataannya, Oomleo berkata, "Semua membuat gimmick agar beberapa hal yang dulu pernah ada itu bisa terjadi lagi saat ini." (agn/has)
No comments:
Post a Comment