Teten mencatat jumlah UMKM Indonesia yang berorientasi ekspor hanya sekitar 14,5 persen dari total unit usaha yang tersebar di Tanah Air. Sementara, sekitar 70 persen dari total UMKM di China berorientasi ekspor.
"Saat ini baru 14,5 persen, kalau dibandingkan negara lain kita tertinggal, China 70 persen, Korea Selatan 60 persen, Jepang 55 persen, Thailand 35 persen," ujar Teten dalam acara bertajuk Gerakan Warung di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Sabtu (14/12).
Padahal, menurutnya, dengan kontribusi UMKM mencapai 60 persen terhadap perekonomian nasional, seharusnya UMKM menjadi sasaran untuk dikembangkan dan berorientasi ekspor. Apalagi, sambungnya, produk-produk UMKM sejatinya tidak kalah dari produk luar. Oleh karena itu, ia ingin ada gerakan cepat yang mampu meningkatkan produksi, pemasaran, dan akses pasar bagi UMKM di dalam negeri. "Karena sebenarnya komoditas unggulan yang menjadi supply besar, tantangannya tinggal hubungkan dengan pasar luar negeri," katanya.
Menurutnya, peningkatan kemampuan ekspor UMKM bisa dilakukan dengan peningkatan modal usaha. Hal ini sejatinya sudah dilakukan pemerintah melalui penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Tahun ini, pemerintah mengalokasikan sekitar Rp140 triliun dana untuk pinjaman KUR kepada masyarakat kecil dan pelaku UMKM. Sementara tingkat bunga pinjaman yang diberikan sebesar 7 persen.
Tahun depan, pemerintah menambah alokasi dana menjadi Rp190 triliun dengan tingkat bunga yang lebih rendah, yaitu 6 persen. Sementara sampai 2024, KUR yang dialirkan bakal mencapai kisaran Rp325 triliun.
"Kami beri aksesnya, ditambah sekarang regulasi sudah memungkinkan untuk kerja sama dengan fintech, bank pun begitu. Jadi ada model kerja sama kemitraan yang bisa menumbuhkan ekspor dari UMKM," terangnya.Kemudian, pemerintah turut mendorong perluasan akses pemasaran bagi UMKM dengan menggandeng marketplace dan fintech. Dengan begitu, produk UMKM bisa mulai dikenal dengan mudah oleh masyarakat.
"Kami mau ajak Tokopedia, OVO, Warung Pintar, Sahara untuk bisa membina UMKM kita, sehingga bukan hanya bisa mendapatkan pembiayaan. Ini akan berguna untuk memperbaiki produk, distribusi, sehingga akses pasar meluas," ungkapnya.
Lebih lanjut, Teten mengatakan para UMKM berorientasi ekspor harus ditumbuhkan agar bisa naik kelas. Saat ini, ia mencatat jumlah usaha kecil sekitar 700 ribu unit. Sementara jumlah usaha menengah sekitar 60 ribu unit. Sedangkan kelas atas berkisar 6 ribu unit.
"Nah kalau yang menengah naik kelas, 10 persen saja, tambah 6 ribu ke usaha besar, ini akan memberikan perubahan ke struktur ekonomi kita, sehingga tercipta lapangan kerja dan mereka harus naik kelas," tuturnya.
Di sisi lain, daya saing produk UMKM harus meningkat agar 'kebal' dengan gempuran produk impor yang kian meningkat kualitas dan rendah harganya. Apalagi dengan kondisi perdagangan yang kian terbuka dan bebas ke depan.
"Hal ini membuat produk luar mudah masuk, ini tantangan bagi UMKM kita, sehingga perlu dilihat daya saingnya," tutupnya.
(uli/sfr)
No comments:
Post a Comment