"Bahwa yang dapat menduduki Pj Gubernur, hanya orang yang telah menduduki jabatan pimpinan tinggi madya, tidak boleh kepada orang yang menduduki jabatan setingkat karena hal ini bisa menyeret institusi Polri dan TNI menyalahi konstitusi, karena konstitusi sudah memberikan batasan tegas peran dan otoritas institusi Polri dan TNI yaitu menjaga kedaulatan Negara, keamanan, ketertiban serta penegakan hukum," kata Irman kepada detikcom, Senin (29/1/2018).
"Rencana usulan pejabat Polri untuk menjadi PJ Gubernur Jawa barat dan Gubernur Sumatera Utara sesungguhnya bertentangan dengan UU No 10/2016 tentang Pilkada," sambungnya.
Irman menjelaskan, pimpinan tinggi madya yang dimaksud sudah diatur dalam pasal UU Aparatur Sipil Negara (ASN). Menurutnyam dalam pasal 1 angka 7 dan 8 UU ASN, jabatan pimpinan tinggi adalah sekelompok jabatan tinggi pada instansi pemerintah dan pejabat pimpinan tinggi adalah Pegawai ASN yang menduduki jabatan pimpinan tinggi.
"Artinya bahwa hanya orang yang berada dalam jabatan ASN saja yang tergolong pimpinan tinggi madya yang dapat menjadi PLT Gubernur. Pertanyaaanya dapatkah anggota Polri dan TNI menduduki jabatan dalam jabatan ASN?" ungkapnya.
Lebih lanjut Irman menjelaskan, jabatan ASN boleh diisi oleh anggota Polri-TNI haruslah berada di instansi pusat. Artinya perwira Polri yang dapat menjadi Penjabat gubernur, harus terlebih dahulu telah menduduki jabatan pimpinan tinggi madya di instansi pusat, bukan jabatan setingkat yang bisa dicaplok secara langsung dari Polri.
"Perlu juga dicermati bahwa jikalau kemudian Kemendagri memudahkan anggota Polri untuk dijadikan personel pemerintahan maka hal ini jangan sampai akan menjadi eskalasi metamorfosa Polri akan dijadikan institusi di bawah Kemendagri, tentunya ini bertentangan dengan konstitusi," tuturnya.
(rvk/yld)
Baca Di berikut nya https://news.detik.com/berita/d-3838160/pakar-hukum-usulan-pejabat-polri-jadi-pj-gubernur-melanggar-uu
No comments:
Post a Comment