JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI mempertanyakan dasar hukum pemerintah yang mengusulkan agar dilakukan perubahan Peraturan KPU (PKPU) tentang Pencalonan Pilkada serentak 2018.
Komisioner KPU RI Viryan mengaku, tidak tahu apa dasar hukum yang digunakan pemerintah.
Padahal, perubahan PKPU tersebut riskan bermasalah dan bahkan digugat jika tak punya dasar hukum yang kuat.
"Ya, norma apa yang mau dijadikan dasar pembuatan PKPU? Itu akan sangat riskan," kata Viryan di Kantor KPU RI, Jakarta, Rabu (28/3/2018).
(Baca juga : Pemerintah Usulkan Revisi PKPU untuk Ganti Peserta Pilkada Berstatus Tersangka)
Menurut Viryan, jika pemerintah menganggap ada kegentingan lantaran sejumlah calon kepala daerah peserta pilkada ditetapkan tersangka oleh KPK, maka semestinya, pemerintah bisa menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) untuk mengubah UU 10/2016 tentang Pilkada.
"Kalau dianggap ada kegentingan, silakan pemerintah mempertimbangkan untuk mengeluarkan Perppu. Kami menyerahkan kepada pemerintah," terang dia.
Viryan menambahkan, dengan dasar Perppu tersebut, pihaknya baru bisa mengubah PKPU tentang Pencalonan sebagaimana yang diinginkan banyak pihak.
"Kami selalu berpegang pada aspek legal, pada undang-undang. Kalau ada perppu, dimungkinkan kita melakukan revisi (PKPU). Tentunya kalau Perppu-nya terkait dengan PKPU kami," ujar dia.
(Baca juga : KPU Tolak Usulan Pemerintah untuk Ubah PKPU Pencalonan)
Namun sebalikya, jika tanpa Perppu, kata Viryan, maka PKPU tentang Pencalonan itu takkan diubah oleh KPU.
Alhasil, peserta pilkada yang berstatus tersangka tetap tak bisa diganti dan berhak ikut kontestasi demokrasi sampai selesai dengan segala konsekeunsinya.
"Kalau yang sekarang menjadi tersangka, bisa diganti kalau sudah ada keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, bisa diganti. Waktunya sampai dengan 30 hari sebelum pemungutan suara," kata dia.
Berdasarkan PKPU 3/2017 tentang Pencalonan Pilkada 2018, aturan pergantian peserta Pilkada diatur dalam pasal 78 ayat 1-4.
(Baca juga : Ini Daftar Peserta Pilkada yang Jadi Tersangka Korupsi dan Parpol Pengusungnya)
Pasal 78 ayat 1 menyebut, penggantian calon bisa dilakukan jika calon tidak memenuhi syarat secara kesehatan, berhalangan tetap atau dijatuhi putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Pada ayat selanjutnya, pasal yang sama dijelaskan, berhalangan tetap tersebut adalah meningggal dunia atau tidak mampu melaksanakan tugas secara permanen.
Sementara, mengutip Undang-Undang 10/2016 tentang Pilkada. Pada pasal 54 ayat 1 disebutkan bahwa peserta Pilkada hanya bisa diganti jika meninggal dunia.
Pergantian tersebut bisa dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 30 hari sebelum hari pemungutan suara.
Ayat selanjutnya pada pasal yang sama, mengatur jangka waktu usulan pergantian peserta Pilkada paling lambat 7 hari pasca meninggal dunia.
Namun, aturan tersebut berbeda dengan aturan dalam UU 8/2015 tentang Pilkada sebelumnya.
Adapun dalam pasal 54 ayat 1 UU tersebut, pergantian peserta pilkada bisa dilakukan jika calon kepala daerah berhalangan tetap.
Usulan calon pengganti itu paling lama diajukan tiga hari pascacalon berhalangan tetap.
Baca Di berikut nya https://nasional.kompas.com/read/2018/03/28/16554601/kpu-pertanyakan-dasar-hukum-usulan-pemerintah-ubah-pkpu-pencalonan
No comments:
Post a Comment