REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai UU MD3 menjadi bukti kurangnya koordinasi antara Kementerian Hukum dan HAM dengan Presiden RI Joko Widodo. Bahkan Kemenkumham malah terkesan memutuskan secara sepihak.
"Karena tidak menyetujui, Presiden tidak mau menandatanganinya. Ini harus menjadi pelajaran ke depan agar Presiden tidak mengangkat menteri yang seperti itu karena akan menyulitkan di kemudian hari," ujarnya, Jumat (16/3).
Fickar melanjutkan, mekanisme ketatanegaraan memberikan akses kepada masyarakat untuk menyampaikan keberatan terhadap UU MD3 yang dianggap akan bertentangan dengan konstitusi dan kepentingan masyarakat sendiri, yaitu dengan judicial review.
"Namun realitas bahwa ketua MK sudah dihukum etik karena punya komitmen dengan orang-orang di DPR, sulit dikesampingkan walaupun belum ada bukti, tapi sikap pesimis seperti ini bisa dipahami," katanya.
Karena itu, Fickar menambahkan, masyarakat harus tetap menempuh jalan tersebut apapun putusannya sebagai penghormatan pada mekanisme hukum. Jika putusan MK tidak memuaskan bahkan menolak permohonan misalnya, maka masyarakat harus bersama-sama menagih komitmen Presiden untuk mengeluarkan PERPPU yang mengeliminir pasal-pasal dalam UU MD3.
"Presiden jangan khawatir PERPPU-nya ditolak, karena ini bisa menjadi testing on the water seberapa banyak dukungan fraksi fraksi partai di DPR yang mendukung Presiden," jelasnya.
Baca Di berikut nya http://www.republika.co.id/berita/nasional/politik/18/03/16/p5ouzn354-pakar-hukum-masyarakat-perlu-gugat-uu-md3-ke-mk
No comments:
Post a Comment