"Ini adalah proses, tidak serta merta apa yang diusulkan kemudian menjadi sebuah keputusan. Dalam DIM yang kami susun, versi Kemendagri, tentu ada pasal-pasal yang kami sesuaikan. Ada pasal yang kami hapus, ada karena memang ada yang sangat tidak perlu," kata Nata dalam pernyataan pers di Kantor Kemendagri Jakarta, Senin.
Dia menjelaskan beberapa hal terkait pengaturan masyarakat adat sudah diakomodasi oleh Pemerintah melalui regulasi, baik pada tingkat undang-undang, peraturan pemerintah, hingga peraturan menteri.
Ketentuan tentang pengaturan hak masyarakat adat sudah diatur antara lain di UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebungan dan UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
RUU tentang Masyarakat Hukum Adat merupakan usul dari DPR RI yang kemudian dibahas oleh enam kementerian, yaitu Kemendagri selaku koordinator pembahasan, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) serta Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT).
"Kalau memang mau mengulas sedikit apa yang diatur dalam UU Desa, memang tertuang hal-hal yang terkait masyarakat hukum adat. Dan bahkan sudah ditindaklanjuti dengan Permendagri Nomor 52 Tahun 2014," kata Nata.
Sebelumnya, beredar surat bertandatangan Mendagri Tjahjo Kumolo kepada Menteri Sekretaris Negara Pratikno tertanggal 11 April 2018 perihal Penyampaian DIM RUU Adat.
Dalam surat tersebut, terdapat beberapa poin DIM dari pembahasan antarkementerian terkait RUU MHA, yang di antaranya Mendagri menilai belum perlunya pengaturan undang-undang khusus yang mengatur tentang masyarakat hukum adat.
"Dalam pada itu, lahirnya RUU ini belum merupakan kebutuhan konkrit yang dikhawatirkan akan menimbulkan permasalahan baru terkait masyarakat hukum adat," tulis Mendagri dalam surat tersebut.
Selain itu, RUU MHA juga dinilai akan memberikan beban yang sangat berat bagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dengan adanya konsepsi pemberian kompensasi terhadap hak ulayat bagi masyarakat adat.
Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2018
No comments:
Post a Comment