Tuesday, May 15, 2018

Akademisi: Perkara Edward Soeryadjaya Timbulkan Ketidakpastian ...

Jakarta, Gatra.com - Dosen hukum pidana dari Fakultas Hukum Universitas Pancasila, Jakarta, Hasbullah, mengatakan, dilanjutkannya kasus dugaan korupsi Direktur Ortus Holding Ltd, Edward Sky Soeryadjaya, ke persidangan perkara pokok menimbulkan ketidakpastian hukum.

"Ini membuat tidak ada kepastian hukum," kata Hasbullah dalam diskusi bertajuk "Relevansi Putusan Praperadilan dalam Bingkai Kepastian Hukum" di Jakarta, Selasa (15/5).

Hasbullah menilai membuat tidak ada kepastian hukum karena Edward Sky Soeryadjaya sudah tidak berstatus sebagai tersangka setelah hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) menyatakan status tersangkanya tidak sah.

"Ini kasus terbaru, bahwa penetapan tersangkanya dinyatakan tidak sah, pada kasus Edward yang kemudian 23 April diputus tidak sah penetapan tersangkanya, tapi 2 Mei diadili, sidang lanjut," katanya.

Keputusan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta tetap melanjutkan sidang perkara Edward karena mengesampingkan putusan praperadilan ini menabrak asas kepastian hukum di Indonesia.

Logiknya, lanjut Hasbullah, Edwar ini diadili meski dia bukan seorang terdakwa karena status tersangkanya sudah dinyatakan tidak sah oleh pengadilan. "Ketika dicabut statusnya sebagai tersangka, maka dia orang bebas, menjadi orang yang tidak bisa didakwa maupun dituntut, apalagi divonis. Dia tidak bisa dibawa ke persidangan pidana, karena dia belum ditetapkan sebagai tersangka," ujarnya.

Hasbullah menilai proses hukum terhadap Edward ini memperkeruh penegakan hukum. "Bicara HAM hanya bicara prosedural, [praperadilan] bisa digugurkan hanya mengenai waktu. Ada juga yang sudah diputus praperadilan tersangkanya tidak sah, tetap saja diadili. Ini menjadi suatu ketidakteratudan kita dalam bernegara.

Menurut Hasbullah, jalan keluarnya dari hiruk pikuk perdebatan dan kontroversial praperadilan ini, masalahnya bukan hanya pada putusan atau hilirnya. Maka harus mengembalikan atau mendudukan lagi lembaga peradilan kepada asal-usulnya sebagai lembaga pre trial.

"Apa itu, proses upaya paksa itu harus diproses sebelum dilakukan proses-proses upaya paksa dan dilakukan sebalum perkara itu masuk ke peradilan secara sistem bukan dengan permohonan," ujarnya.

Awalnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Edward Sky Soeryadjaya sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan dana pensiun PT Pertamina (Persero) senilai Rp 1,4 trilyun di PT Sugih Energy Tbk (SUGI).

Penetapan status tersangka Edward tersebut berdasarkan surat perintah Penyidikan Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print-93/F.2/Fd.1/10/2017 tanggal 27 Oktober 2017.

Kejagung menyangka Edward Sky Soeryadjaya melakukan perbuatan melawan hukum itu secara bersama-sama sehingga merugikan keuangan negara sejumlah Rp 599 milyar. Kejagung menyangka Edward melanggar Pasal 2 Ayat (1), Pasal 3, Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Edward Sky Soeryadjaya kemudian mengajukan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Hakim tunggal praperadilan menyatakan status tersangka Edward tidak sah.

Sementara Kejagung menyampaikan, bahwa kasus Edward Sky Soeryadjaya bukan lagi wewenang praperadilan karena perkaranya sudah dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta sebelum putusan praperadilan.

Kejagung pun menyatakan tidak perlu lagi menetapkan Edward Sky Soeryadjaya sebagai tersangka karena majelis hakim melanjutkan sidang. Dengan demikian, hakim menilai bahwa status yang bersangkutan tidak berubah.


Editor: Iwan Sutiawan

Let's block ads! (Why?)

Baca Di berikut nya https://www.gatra.com/rubrik/nasional/322593-akademisi-perkara-edward-soeryadjaya-timbulkan-ketidakpastian-hukum

No comments:

Post a Comment