Monday, May 28, 2018

Jaksa KPK Nilai Alasan Kuasa Hukum Syafruddin Soal Error in ...

Jakarta, Gatra.com - Tim jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai alasan tim kuasa hukum atau penasihat hukum (PH) terdakwa kasus dugaan korupsi BLBI Syafruddin Arsyad Temenggung yang menyebut dakwaan error in persona atau salah orang tidak dapat diterima. 

"Alasan keberatan atau eksepsi tim penasihat hukum [PH] terdakwa haruslah ditolak atau setidak-tidaknya dinyatakan tidak dapat diterima," demikian tanggapan penuntut umum KPK yang dibacakan di sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (28/5).

Tim jaksa penuntut umum KPK diantaranya Moh Helmi Syarif, membacakan tanggapan penuntut umum KPK atas eksepsi atau nota keberatan tim kuasa hukum terdakwa Syafruddin secara bergantian.

Sebelumnya, tim penasehat hukum Syafruddin menjelaskan dalam eksepsinya bahwa kebijakan KKSK  yakni mengenai hak tagih PT Bank Dagang Nasional Indonesia (PT BDNI) kepada petambak telah diserahkan sebesar Rp 4,8 trilyun kepada Menteri Keuangan. Perlu juga ditegaskan bahwa terhitung sampai dengan berakhirnya dan atau bubarnya BPPN berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pengakhiran Tugas dan Pembubaran BPPN, hak tagih PT BDNI kepada petambak tidak pernah dijual di bawah nilai buku, meskipun berdasarkan pasal 26 Ayat (2) PP Nomor 17, Ketua BPPN mempunyai kewenangan melakukan perbuatan tersebut.

Dengan demikian, walaupun ada keputusan KKSK Nomor: 02 tanggal 13 Februari 2004 yang memutuskan adanya penghapusan atas sebagian utang petambak yang akan memberikan kewenangan kepada BPPN untuk menjual utang petambak di bawah nilai buku yang dapat mengakibatkan penghapusan hak tagih BPPN kepada petambak, namun itu tidak dilakukan terdakwa Syafruddin.

Menurut kuasa hukum, penjualan yang mengakibatkan hapusnya hak tagih pemerintah kepada petambak, terjadi pada saat penjualan utang petambak oleh Menteri Keuangan, bersama-sama dengan PT Perusahaan Pengelola Aset (PT PPA).

Kerugian negara timbul menurut laporan audit BPK Tahun 2017 akibat tindakan penjualan piutang petani tambak Rp 4,8 trilyun adalah sebesar Rp 220 milyar yang dilakukan oleh Menteri Keuangan dan PPA pada tahun 2007.

Menurut jaksa, atas alasan di atas tim kuasa hukum mendalilkan bahwa penuntut umum telah salah mendakwa terdakwa Syafruddin (error in persona) sebagai pelaku tindak pidana korupsi pada perkara a quo, yakni kasus dugaan korupsi SKL BLBI.

"Terhadap materi keberatan tersebut, kami tidak sependapat dengan alasan sebagai berikut. M. Yahya Harahap dalam bukunya 'Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali', penerbit Sinar Grafika, Jakarta halaman 123," katanya.

Dalam buku tersebut, lanjut jaksa penuntut umum, Yahya menguraikan terkait Eksepsi Error in Persona (Exceptio in personan) yakni "Orang yang diajukan sebagai terdakwa 'keliru'. Yang semestinya yang diajukan sebagai terdakwa adalah orang lain, karena dia pelaku tindak pidana sebenarnya".

Menurut jaksa, dalam persidangan in telah dilakukan pemeriksaan pendahuluan oleh majelis hakim kepada terdakwa Syafruddin dan terdakwa telah membenarkan seluruh identitasnya sebagaimana tertera dalam surat dakwaan, sehingga penuntut umum berpendapat bahwa eksepsi terdakwa mengenai error in persona harus dikesampingkan.

"Perihal siapa pihak yang menyebabkan hapusnya hak tagih pemerintah kepada petambak sehingga menimbulkan kerugian negara, adalah merupakan materi pokok perkara, oleh karena itu tidak masuk dalam ruang lingkup eksepsi sebagaimana ketentuan Pasal 156 Ayat (1) KUHAP," katanya.


Editor: Iwan Sutiawan

Let's block ads! (Why?)

Baca Di berikut nya https://www.gatra.com/rubrik/nasional/324660-jaksa-kpk-nilai-alasan-kuasa-hukum-syafruddin-soal-error-in-persona-tak-dapat-diterima

No comments:

Post a Comment