Puasa Syawal merupakan salah satu bentuk puasa sunah yang apabila kita kerjakan setelah sempurnanya puasa Ramadan maka pahala yang kita dapatkan seperti pahala berpuasa satu tahun penuh.
Nabi Muhammad SAW bersabda:
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Siapa yang berpuasa Ramadan dan melanjutkannya dengan 6 hari pada Syawal, maka itulah puasa seumur hidup’.” (HR. at-Tirmidzi)
Dengan keutamaan yang sangat besar tersebut, Nabi menganjurkan kepada kita, umatnya untuk bisa melaksanakannya. Adapun hukum dari puasa Syawal sendiri adalah sunah berdasarkan perintah dalam hadis tersebut.
Dalam melaksanakan puasa Syawal tidak mengharuskan untuk dilaksanakan secara berurutan, namun termasuk sunah mustahabbah apabila kita bisa melaksanakannya secara beruntun. Seperti yang dituturkan oleh Imam An-Nawawi rahimahullah berkata dalam al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab-nya bahwa:
“Para sahabat beliau telah bersepakat tentang kesunahan puasa enam hari pada bulan Syawal. Berdasarkan hadis di atas, mereka berpendapat bahwasanya sunah mustahabbah untuk melakukannya secara berurutan pada awal-awal Syawal, tetapi ketika seseorang memisahkannya atau menundanya sampai akhir Syawal, ini juga diperbolehkan. Karena masih termasuk makna umum dari hadis tersebut. Dan kami bersepakat atas masalah ini dan ini juga menurut Imam Ahmad dan Abu Dawud."
Namun, bagaimanapun juga bersegera adalah lebih baik, Berkata Musa: “Itulah mereka telah menyusul aku. Dan aku bersegera kepada-Mu, Ya Rabbi, supaya Engkau rida kepadaku”. (QS Thoha: 84)
Lalu kapankah waktu pelaksanaannya? Idealnya puasa sunah enam hari Syawal itu dilakukan persis setelah Hari Raya Idulfitri, yakni pada 2-7 Syawal. Tetapi orang yang berpuasa di luar tanggal itu sekalipun tidak berurutan tetap mendapat keutamaan puasa Syawal seakan puasa wajib setahun penuh.
Bahkan orang yang meng-qadha puasa atau menunaikan nazar puasanya di bulan Syawal tetap mendapat keutamaan seperti mereka yang melakukan puasa sunah Syawal. Keterangan Syekh Ibrahim Al-Baijuri:
“Puasa Syawal tetap dianjurkan meskipun seseorang tidak berpuasa Ramadan dan seseorang tersebut mendapat keutamaan sunah puasa Syawal dengan cara melakukan puasa qadha atau puasa nadzar (di bulan Syawal)” (Lihat Ibrahim Al-Baijuri, Hasyiyatul Baijuri ‘alâ Syarhil ‘Allâmah Ibni Qasim, Darul Fikr, Juz I, Halaman 214).
Dan bahkan kita boleh menggabungkan dua amalan, yakni amalan fardhu dengan amalan sunah, dalam Syarh Nadhom Qowaid Fiqhiyyah, al-Mawahib as-Saniyah, Imam Abdullah bin Sulaiman menyebutkan bahwa kita boleh melaksanakan dua amalan sekaligus dalam satu niat.
Misalnya niat puasa qadha, tapi sekaligus dapat pahala puasa Syawal. Maka kita tidak perlu menunggu waktu puasa qadha untuk melaksanakan puasa sunah Syawal, karena amalan-amalan yang sunah sudah tercakup dalam amalan yang fardu.
Keterangan semua itu menunjukan betapa besarnya keutamaan puasa sunah Syawal. Memang waktu pelaksanaannya yang ideal adalah enam hari berturut-turut setelah satu Syawal. Tetapi keutamaannya tetap bisa didapat bagi mereka yang berpuasa sunah tanpa berurutan di bulan Syawal. Wallahu A’lam. (sp)
No comments:
Post a Comment