Saturday, June 9, 2018

Tanpa Paripurna, Penyegelan Pulau Tidak Berdasarkan Hukum

Jakarta - Anggota Komisi D DPRD DKI dari Fraksi PDI-P Pantas Nainggolan menyatakan penyegelan Pulau D yang dilakukan Gubernur DKI Anies Baswedan, terburu-buru. Sebab, hingga kini legislatif belum menggelar sidang paripurna menarik Raperda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) dan Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta (RTRKS Pantura).

"Dalam Raperda Zonasi, Pulau D itu belum termasuk, di dalam peta itu masih laut belum berbentuk pulau. Gubernur menyatakan raperda-raperda itu telah ditarik, tetapi kami belum menggelar sidang paripurna," kata Pantas, di Jakarta, Jumat (8/6).

Menurut dia, penarikan raperda harus melalui sidang paripurna. Sedangkan pemberian sertifikat pembangunan Pulau D dilakukan oleh pemerintah pusat. Artinya, gubernur keliru langsung menyegel pembangunan di Pulau D.

"Jadi gubernur telah keliru. Pertanyaannya kini adalah penegakan hukum atas apa? Kalau menarik raperda, hingga kini belum ada paripurnanya, maka kami akan mempertanyakan masalah ini," kata Pantas.

Gubernur menyegel 932 unit bangunan di pulau D yang terdiri dari 212 unit rukan dan 409 rumah tinggal yang telah selesai, serta 311 unit rukan dan rumah tinggal yang belum selesai. Sedangkan di pulau C diberlakukan penutupan lokasi pembangunan. PT Kapuk Niaga Indah merupakan kontraktor di dua pulau itu.

Penyegelan dilakukan karena gubernur beralasan telah menarik Raperda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) dan Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta (RTRKS Pantura).

Pantas menilai, ketentuan dari Kemdagri mengharuskan penarikan raperda harus melalui sidang paripurna, "Jadi gubernur tidak mengerti mengenai hal ini. Sebab Mendagri menyatakan penarikan raperda harus melalui paripurna."

Ketua Komisi D DPRD DKI Iman Satria, menilai penyegelan dan penutupan di Pulau C dan D malah membuktikan ketegasan gubernur. Pembangunan yang disegel tidak menjadi mubazir karena telah didirikan tanpa izin.

Sementara Gubernur Anies mengatakan bakal membentuk Badan Pelaksana Reklamasi sebagai kelanjutan dari penyegelan yang telah dilakukan di pulau-pulau reklamasi. Pembentukan badan yang dimaksud berdasar Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 52/1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta.

"Pada fase sekarang memang disegel, nanti sesudah ada Badan Pelaksana Reklamasi sesuai amanat Keppres 52 Tahun 1995 disusun rencana untuk wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil," ungkap Anies.

Menurut Anies, Badan Pelaksana Reklamasi nantinya bakal mendesain tata ruang untuk dijadikan peraturan daerah yang mencakup wilayah dan zona peruntukan.

"Mana zona perkantoran, mana zona perumahan, mana zona hijau, mana zona biru, mana tempat untuk fasilitas sosial fasilitas umum. Semua harus ditentukan dulu lewat perda rencana tata ruang zonasi," jelasnya.

Dia meyakini dalam tahun ini rancangan tersebut bakal rampung tahun ini, "Insya Allah bisa tahun ini, kan sudah ada rancangannya. Kita tinggal menuntaskan saja. Waktu itu saya cabut raperdanya supaya kita mengajukan lagi itu sesuai dengan apa yang digariskan perpres (Keppres 52/1995). Dan yang digariskan perpres itu nanti di tim Badan Pelaksana (Reklamasi)," kata Anies.

Sumber: Suara Pembaruan

Let's block ads! (Why?)

Baca Di berikut nya http://www.beritasatu.com/satu/495997-tanpa-paripurna-penyegelan-pulau-tidak-berdasarkan-hukum.html

No comments:

Post a Comment