Kuasa Hukum Karen, Soesilo Aribowo mengatakan perkara yang menjerat kliennya mestinya tak masuk dalam tindak pidana. Menurutnya, perkara ini menjadi tanggung jawab Pertamina selaku korporasi.
"Sebenarnya ini lebih ke business judgement rule bukan ke tindak pidana. Tapi apakah kerugian negara akibat investasi macam ini masuk kategori korupsi, ya nanti dulu," ujar Soesilo saat ditemui di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (25/9).
Soesilo mengatakan dalam suatu tindak pidana mesti ada niat jahat atau mens rea dari pelaku. Sementara dalam perkara tersebut, Soesilo meyakini tak ada niat jahat dari Karen untuk mengambil keuntungan dari investasi di BMG.
"Sampai sejauh ini tidak ada sesuatu yang diperoleh Bu Karen untuk investasi," katanya.
"Kita akan diskusi lagi dengan Bu Karen di tahanan. Untuk praperadilan mesti dipertimbangkan, tapi kalau ada peluang penangguhan penahanan pasti kita lakukan," tuturnya.
Perkara ini bermula saat Pertamina melalui anak perusahaannya, PT Pertamina Hulu Energi (PHE) melakukan akuisisi saham sebesar 10 persen terhadap ROC Oil Ltd, untuk menggarap Blok BMG.
Perjanjian dengan ROC Oil atau Agreement for Sale and Purchase - BMG Project diteken pada 27 Mei 2009. Nilai transaksinya mencapai US$31 juta.
"Seharusnya kalau memang dewan komisaris keberatan, berikan solusi atau berhentikan sementara direksi itu. Tapi kenyataannya enggak, justru diminta divestasi, itu yang rada aneh," ucap Soesilo.
Akibat akuisisi itu, Pertamina harus menanggung biaya-biaya yang timbul lainnya (cash call) dari Blok BMG sebesar US$ 26 juta. Melalui dana yang sudah dikeluarkan setara Rp568 miliar itu, Pertamina berharap Blok BMG bisa memproduksi minyak hingga sebanyak 812 barrel per hari.
Namun ternyata, Blok BMG hanya bisa menghasilkan minyak mentah untuk PHE Australia Pte Ltd rata-rata sebesar 252 barel per hari.
Pada 5 November 2010, Blok BMG ditutup setelah ROC Oil memutuskan penghentian produksi minyak mentah. Alasannya, blok ini tidak ekonomis jika diteruskan produksi.
Hasil penyidikan Kejagung pun menyatakan investasi yang dilakukan Pertamina tidak memberikan manfaat maupun keuntungan dalam menambah cadangan dan produksi minyak nasional.
Pengambilan keputusan investasi itu diduga tak dilengkapi feasibility study atau kajian kelayakan hingga muncul kerugian keuangan negara dari Pertamina sebesar US$ 31 juta dan US$ 26 juta atau setara Rp568 miliar.
No comments:
Post a Comment