TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penasehat hukum mantan Ketua BPPN Syafrudin A. Temengung (SAT) menilai Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK tidak paham terhadap proses pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) BLBI kepada pemilik Bank BDNI oleh SAT sehingga dakwaan dan tuntutan terhadap terdakwa menyesatkan.
Menurut mereka, tidak ada satupun fakta hukum yang terungkap dalam persidangan yang bisa membuktikan bahwa pemberian SKL kepada Syamsul Nursalim (SN) sebagai pemegang saham pengendali BDNI tersebut melawan hukum.
Baca: Live Streaming Indosiar Liga 1 Sriwijaya FC Vs Persebaya Surabaya Minggu Petang Pukul 18.30 WIB
Baca: Jalankan Putusan MA, Demokrat Tetap Usung 12 Caleg Mantan Napi Korupsi
“Fakta persidangan dan barang bukti sama sekali tidak menunjukkan bahwa terdakwa telah melakukan perbuatan melawan hukum dan merugikan negara,” kata Ahmad Yani, salah satu anggota tim penasehat hukum SAT saat membacakan pembelaan dalam sidang lanjutan Jumat (14/9/2018), di Pengadilan Tipor, Jakarta.
Dikatakan, sifat melawan hukum dari tindak pidana yang dituduhkan kepada SAT termasuk unsur memperkaya diri sendiri atau orang lain tidak terbukti dalam persidangan.
JPU KPK dinilai tidak proporsional, bahkan membuat penyesatan dalam pembuatan tuntutan terhadap SAT, Ketua BPPN tahun 2002-2004 yang mengeluarkan SKL terhadap SN.
"JPU merekayasa tuntutannya dengan mencampuradukan peran SAT sebagai Sekretaris KKSK dan Ketua BPPN, padahal hal tersebut tidak memiliki kaitan dengan penerbitan SKL," katanya.
Menurut dia, pemberian SKL yang dikeluarkan Ketua BPPN terhadap SN tidak bisa dipidana karena SAT hanya melaksanakan perintah KKSK.
Saksi yang dihadirkan dalam persidangan membenarkan bahwa Keputusan KKSK tanggal 17 Maret 2004 telah memerintahkan BPPN menerbitkan SKL untuk SN yang sebelumnya telah menyelesaikan kewajiban sesuai MSAA.
Tekait dengan tuduhan JPU bahwa SN sebagai telah melakukan misrepresentasi utang petambak kepada BDNI sehingga tidak layak menerima SKL, menurut penasehat hukum, ini menyesatkan.
Hal ini terjadi karena JPU tidak memahami bahwa utang petambak sebetulnya bukanlah aset yang diserahkan SN dalam melunasi kewajiban BLBI melalui perjanjian MSAA, tapi utang ini adalah aset kredit BDNI.
Sehingga sejak awal, BPPN sudah mengetahui kondisi utang tersebut dan juga utang ini dijamin oleh perusahaan inti yaitu PT Dipasena Citra Darmaja (DCD) dan PT Wachyuni Mandira.
Dengan demikian, SN sebagai pemegang saham BDNI dan pemegang saham DCD sudah melakukan kewajiban keterbukaan informasi. Ini terbukti pada 25 Mei 1999, BPPN menyatakan bahwa SN telah memenuhi kewajibannya dalam perjanjian MSAA dan kemudian mendapat keterangan release and discharge.
“Fakta persidangan membuktikan, SN tidak pernah melakukan misrep seperti yang dituduhkan oleh jaksa dalam surat dakwaannya,” kata penasehat hukum.
Dalam pledoi yang disampaikan di persidangan, penasehat hukum secara rinci melakukan bantahan semua unsur-unsur pelanggaran Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor dalam tuntutan JPU, termasuk pasal mengenai tindak pidana penyertaan yang diatur dalam Pasal 55 KUHP.
"Karena terbukti tidak ada hubungan antara SAT dengan Dorojatun, SN maupun ISN."
Baca Di berikut nya http://www.tribunnews.com/nasional/2018/09/16/penasihat-hukum-mantan-ketua-bppn-sebut-jaksa-tidak-paham
No comments:
Post a Comment