"Kami akan upayakan dengan kirim surat ke kejaksaan dengan tembusan ke Kejaksaan Agung untuk menunda eksekusi," ujar Aziz saat ditemui di kantor LBH Pers, Jakarta, Jumat (16/11).
Saat ini, kata dia, yang sudah diterima oleh tim kuasa hukum Nuril masih sebatas petikan putusan, itupun baru diterima pada pekan ini. Tanpa salinan putusan, Aziz mengingatkan bahwa eksekusi tidak bisa dijalankan.
"Intinya secara hukum petikan putusan tidak bisa dijadikan dasar eksekusi. Seharusnya semua pihak baik jaksa maupun kuasa hukum sudah menerima salinan putusan, tapi faktanya sampai sekarang salinan putusan belum juga kami terima," ucap Aziz.
Sebelumnya, pengacara Baiq Nuril lainnya, Joko Jumadi, menyatakan pihaknya telah mendapatkan informasi pemanggilan dari Kejari Mataram agar kliennya datang menghadap jaksa setelah putusan kasasi MA.
"Ada rencana dari kejaksaan untuk memanggil dan mau melakukan eksekusi," ujar Joko saat dihubungi CNNIndonesia.com, Jumat.
Joko menegaskan ia akan mengantar kliennya untuk memenuhi panggilan Kejari Mataram pada Rabu, 21 November 2018. Di satu sisi, sambung Joko, pihaknya juga akan mendatangi Kejaksaan Agung untuk meminta Kejaksaan Agung (Kejagung) agar mengizinkan penundaan eksekusi.
Sementara alternatif lain untuk membebaskan Nuril adalah amnesti. Direktur Eksekutif Institute Criminal Justice Roform (ICJR) Anggara mengatakan amnesti bisa ditempuh karena tidak memerlukan pengakuan bersalah dari pihak yang masih menjalani proses peradilan atau sudah diputus bersalah.
Sebagai gantinya, opsi amnesti ini memerlukan sikap aktif dari presiden. "Dengan amnesti, Bu Nuril tidak perlu pergi ke lapas," ujar Anggara.
MA melalui majelis kasasi yang dipimpin Hakim Agung Sri Murwahyuni, pada 26 September 2018, menjatuhkan vonis hukuman kepada Baiq Nuril selama 6 bulan penjara dan denda Rp500 juta subsider tiga bulan kurungan.
Dalam putusannya, majelis kasasi MA menganulir putusan pengadilan tingkat pertama di PN Mataram yang menyatakan Baiq Nuril bebas dari seluruh tuntutan dan tidak bersalah melanggar Pasal 27 Ayat 1 juncto Pasal 45 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Kasus Baiq Nuril ini bermula dari pelecehan yang disebut kerap dilakukan atasannya kala itu yakni Kepala Sekolah SMAN 7 Mataram berinisial M. Bentuknya, M menceritakan pengalamannya berhubungan seksual dengan wanita lain yang bukan istrinya melalui sambungan telepon.
M yang tak terima kemudian melaporkan Baiq dengan tuduhan pelanggaran Pasal 27 ayat (1) UU ITE. Atas pelaporan itu PN Mataram memutus Baiq Nuril tidak terbukti menyebarkan konten yang bermuatan pelanggaran kesusilaan pada 26 Juli 2017. Jaksa Penuntut Umum lantas mengajukan banding hingga tingkat kasasi.
Pelecehan atau kekerasan seksual bisa terjadi di mana saja, baik tempat kerja, sekolah, rumah, atau ruang publik. Anda yang ingin melaporkan insiden tersebut atau membantu korban bisa menghubungi lembaga-lembaga berikut:
- Komnas Perempuan (021-3903963/komnasperempuan.go.id),
- Lembaga Bantuan Hukum Apik (021-87797289/apiknet@centrin.net.id/Twitter: @lbhapik),
- Koalisi Perempuan Indonesia (021-7918-3221 /021-7918-3444/koalisiperempuan.or.id),
- Bantuan psikologis untuk korban ke Yayasan Pulih (021-788-42-580/yayasanpulih.org).
(bin/dea)
Baca Di berikut nya https://www.cnnindonesia.com/nasional/20181116161633-12-347167/ingin-tunda-eksekusi-kuasa-hukum-baiq-akan-surati-kejagung
No comments:
Post a Comment