Merdeka.com - Koalisi Advokat Selamatkan Komisi Yudisial yang diwakili Mahmud Irsad Lubis untuk menjadi kuasa hukum Juru Bicara Komisi Yudisial Farid Wajdi memenuhi panggilan penyidik Ditreskrimum Polda Metro Jaya. Pemanggilan itu terkait kasus yang menimpa kliennya itu yang dilaporkan oleh Syamsul Maarif dan Cicut Sutiarso soal pemberitaan yang dimuat oleh Harian Kompas pada 12 September 2018.
BERITA TERKAIT
Dia pun menjelaskan, kapasitas kliennya itu saat melakukan wawancara dengan Harian Kompas yang kemudian dijadikan judul 'Hakim di daerah keluhkan iuran' merupakan juru bicara Komisi Yudisial dalam rangka menjalankan tugas UU 22/2004 jo UU 18/2011.
"Bahwa pernyataan tersebut tidak mengandung kebencian maupun permusuhan apalagi memiliki tujuan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan berdasarkan SARA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 (2) Jo. Pasal 45A ayat (2) UU ITE," kata Irsad dalam keterangan tertulisnya, Jakarta, Rabu (21/11).
Irsad menjelaskan, kliennya saat melakukan wawancara dengan Harian Kompas sebagai narasumber atau juru bicara Komisi Yudisial. Menurutnya, Harian Kompas yang memuat pemberitaan tersebut layak mendapatkan perlindungan.
"Harian Kompas adalah pihak media yang melakukan wawancara dan memuat pernyataan dari narasumber sehingga dalam hal ini Harian Kompas layak mendapatkan perlindungan hukum sebagaimana diamanatkan UU No.40 Tahun 1999 tentang Pers," jelasnya.
Menurutnya, kasus yang menimpa kliennya itu merupakan sengketa pers dan bukan delik pidana. Hal itu berdasarkan surat dari Dewan Pers No.551/DP/K/X/2018, yang pada intinya menegaskan dan menyatakan hal ini adalah sengketa pers.
"Bahwa merujuk Nota Kesepahaman antara Dewan Pers dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia, No:2/DP/MoU/II/2017No:B/5/II/2017 Tentang Koordinasi dalam Perlindungan Kemerdekaan Pers dan Penegakan Hukum Terkait penyalahgunaan Profesi Wartawan, maka kedua laporan polisi tersebut adalah merupakan sengketa pers yang penyelesaiannya sesuai dengan ketentuan hukum dan penyelesaian di Dewan Pers," terangnya.
"Bahwa adanya keberatan terhadap konten pemberitaan di sebuah media dapat dilakukan melalui hak jawab atau hak koreksi kepada redaksi media di mana berita dimuat (Pasal 5 UU 40/1999), sehingga upaya melalui jalur pidana kepada para narasumber sangat membahayakan kebebasan pers, terutama terkait hak menyampaikan pandangan, pendapat, serta kontrol sosial," sambungnya.
Irsad pun menganggap kliennya itu telah mendapatkan kriminalisasi terhadap Komisi Yudisial atas kasus yang menimpa Farid. Karena, pernyataan yang disampaikan oleh Farid merespons pertanyaan dari Wartawan Kompas yang kemudian semestinya hal tersebut ditelusuri validitasnya dan bukan dituduhkan.
"Informasi diperoleh jelas sumbernya dan merupakan bentuk temuan yang wajib ditindaklanjuti oleh KY, sebagai lembaga pengawas," ujarnya.
Dia menilai, laporan Mahkamah Agung terhadap polisi yang mana posisi Komisi Yudisial sedang menjalankan tugasnya merupakan peristiwa kedua, sejak peristiwa pertama pada tahun 2015 yang dianggap telah mengkriminalkan Ketua dan Anggota Komisi Yudisial periode kedua.
"Laporan Polisi tersebut sungguh sangat melanggar fatsun serta prinsip check and balances dalam bernegara dan dilakukan terhadap lembaga resmi yang berwenang dalam menjalankan tugasnya, sekaligus juga membahayakan Narasumber media yan g seharusnya dilindungi dalam kerangka kebebasan pers," pungkasnya.
Sekedar informasi, pasca kejadian tersebut Juru Bicara KY yakni Farid langsung tertutup terhadap media. Hal itu dilakukan karena memang sesuai etika yang sudah dibangun, terlebih memang sudah adanya arahan atau putusan dari Ketua KY Jaja Ahmda Jayus bahwa hanya dia yang berhak memberikan pernyataan soal kasus tersebut.
Selain itu, berdasarkan informasi yang dihimpun bahwa alasan tersebut dilakukan juga untuk menghindari terjadinya kegaduhan pasca pelaporan itu. Lalu, selanjutnya diharapkan adanya perubahan sikap dari MA jika kemudian dalam prosesnya, KY itu paling tidak melakukan perlawanan.
Farid pernah dipanggil oleh penyidik Polda Metro Jaya yang menangani kasus tersebut yang Kasubdit Kamneg untuk mengklarifikasi kejadian yang sebenarnya terjadi.
Namun, pada saat itu ia tak dapat hadir dikarenakan sedang mendapatkan tugas pergi ke Palembang, Sumatera Selatan, dua hari sebelum adanya undangan tersebut. Lalu, pada hari yang sama ternyata ada tiga petugas dari Polda Metro Jaya datang ke KY yang saat itu diterima oleh kepala bagian di biro investigasi.
Kedatangan petugas saat itu untuk mencari Farid yang saat itu sedang berada di Palembang. Kemudian di hari berikutnya, juru bicara KY ini menunjuk kuasa hukumnya untuk memenuhi panggilan penyidik.
Ketika itu, Farid mendapat kabar dari kuasa hukumnya tersebut, kasus yang menimpanya ini laporannya itu sudah masuk gelar perkara pada satu hari setelah ia dipanggil. Gelar perkara itu untuk menaikkan status pemeriksaan kasus dari penyelidikan menjadi penyidikan.
Dengan cepatnya gelar perkara, pihaknya pun melakukan sikap keberatan. Kasus ini dianggap telah masuk ke ranah sengketa pers bukan delik pidana. Karena memang dewan pers sendiri juga mengeluarkan surat kepada Farid yang ditembuskan ke Dirkrimum Polda Metro Jaya dan Harian Kompas dengan nomor surat 551/DP/K/X/2018 yang intinya yakni kasus tersebut merupakan sengketa pers yang mana sudah dilakukan penilaian. [bal]
Baca Di berikut nya https://www.merdeka.com/peristiwa/kuasa-hukum-jubir-ky-tegaskan-kasus-kliennya-sengketa-pers-bukan-ujaran-kebencian.html
No comments:
Post a Comment