Parlemen Ukraina memutuskan untuk menerapkan hukum darurat perang di sejumlah kawasan, terutama di wilayah yang berbatasan dengan Rusia, menyusul penangkapan tiga kapal Ukraina oleh militer Rusia pada Minggu, 25 November.
Hukum darurat perang yang bakal berlaku selama 30 hari ini mengatur sejumlah aspek, di antaranya pengetatan aturan telekomunikasi dan media massa, larangan penggelaran unjuk rasa damai, dan larangan mengadakan pemilu atau referendum.
Di samping itu, hukum darurat perang juga mengatur peningkatan keamanan serta pengerahan massa untuk bekerja di fasilitas pertahanan.
Karena hukum tersebut mencakup banyak hal, termasuk pelarangan pemilu, beberapa anggota parlemen khawatir Presiden Petro Poroshenko bakal menunda pemilihan presiden pada 31 Maret 2019.
Poroshenko meredam kerisauan ini dengan berikrar dirinya tidak akan menunda pilpres dan membatasi kebebasan mendasar.
Namun, Poroshenko menegaskan, hukum darurat perang ini perlu diberlakukan karena dirinya perlu kewenangan penuh jikalau Rusia melancarkan invasi besar-besaran.
Insiden bermula ketika dua kapal artileri Ukraina, Berdyansk dan Nikopol, serta kapal tunda Yana Kapa tengah berlayar dari Pelabuhan Odessa di Laut Hitam ke Mariupol di Laut Azov.
Ukraina mengklaim pihak Rusia mencoba menghadang tiga kapal itu dan menabrak kapal tunda. Ketiga kapal itu melanjutkan pelayaran ke arah Selat Kerch, namun dihadang kapal tanker. Tiga sampai enam awak kapal dilaporkan mengalami luka-luka
Ukraina menyebut Rusia telah melakukan "aksi agresi". Sedangkan Moskow mengatakan ketiga kapal tersebut telah memasuki perairan Rusia secara ilegal.
Bentrokan itu merupakan pertama kalinya Rusia dan Ukraina terlibat dalam konflik terbuka dalam beberapa tahun terakhir, walau pasukan Ukraina telah memerangi kelompok separatis sokongan Rusia dan "relawan" Rusia di bagian timur sejak 2014.
Baca Di berikut nya https://www.bbc.com/indonesia/dunia-46353425
No comments:
Post a Comment