"Harapan kami agar aparatur pemerintahan tidak tebang pilih, khususnya Bawaslu, tidak bisa diharapkan untuk berlaku profesional, jurdil, proporsional dan mandiri. Karena tugas Bawaslu justru utamanya jurdil pada pemilu ini di tengah-tengah bukan keberpihakan kepada pelanggar yang satu dengan melakukan pembiaran pada pelanggaran-pelanggaran. Serta melakukan penegakan hukum yang dicari-cari terhadap oposan," kata Damai kepada wartawan, Senin (11/2/2019).
Damai mengkritik keras Bawaslu yang menurutnya bertindak layaknya buzzer. Damai memerinci laporannya yang menurutnya belum direspons Bawaslu.
"LP kami adalah terhadap Dahuri, Ridwan Kamil, terhadap 10 pejabat Kada (kepala daerah) Kepri, Menteri Agama dan Bupati Madina. Sampai sekarang pun kami tanyakan tidak ada jawaban sama sekali. Mau alasan apapun tidak beralasan hukum untuk tidak memproses hukum atas LP kami terhadap Bawaslu. Contoh terhadap Menteri Agama dan Bupati Madina (Mandailing Natal) yang kampanye fisik di Istana. Istana adalah bukan tempat kampanye, walau diadakan hari libur dan atau sedang cuti," ucap Damai.
Slamet Ma'arif mengatakan penetapannya sebagai tersangka memilukan dan memalukan hukum di Indonesia. Polri menepis penilaian Slamet, dengan menegaskan semua warga negara sama di mata hukum.
"Kami menjunjung persamaan, sama di mata hukum. Kami juga mengedepankan asas praduga tak bersalah. Warga negara berhak menyampaikan keberatan-keberatannya. Silakan saja (keberatan), asal tetap pada koridor hukum," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri, Brigjen Dedi Prasetyo, kepada detikcom.
(gbr/fjp)
No comments:
Post a Comment