TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum dinilai perlu memanggil dan mendatangkan Presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam persidangan kasus korupsi proyek pengadaan KTP elektronik (e-KTP) terdakwa Setya Novanto.
Karena menurut Peneliti School of Transnational Governance European University Institute Erwin Natosmal Oemar, kalau hanya pernyataan seorang Politisi Partai Demokrat, Mirwan Amir masih lemah.
"Kalau cuma pernyataan seorang Mirwan Amir, agak lemah. Dalam hukum, satu saksi bukan saksi. Apalagi pernyataan Mirwan tidak terkait dengan substansi kasus Setya Novanto," ujar Erwin kepada Tribunnews.com, Kamis (25/1/2018).
Politisi Partai Demokrat, Mirwan Amir, pernah meminta Presiden SBY menghentikan proyek pengadaan e-KTP. Namun, permintaan itu ditolak SBY.
Hal itu dikatakan Mirwan saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (25/1/2018). Mirwan bersaksi untuk terdakwa Setya Novanto.
Baca: Anggota Komisi II DPR RI: Sumber Korupsi Bukan di Pilkada Tapi Parpol
Erwin khawatir, penegakan hukum kasus korupsi pengadaan e-KTP akan menjadi tidak fokus, jika melebar ke hal yang tidak substansial.
"Munculnya nama SBY tanpa mengetahui relasinya dengan penyalahgunaan kebijakan dan sejumlah Menteri yang berwenang, membuat penegakan hukum e-KTP menjadi tidak fokus," tegas Erwin.
Kalau pun KPK harus memanggil SBY, imbuhnya, itu jika memang dibutuhkan untuk menjelaskan kronologi kasus.
"Namun untuk saat ini, masih agak jauh," jelasnya.
Baca Di berikut nya http://www.tribunnews.com/nasional/2018/01/25/peneliti-jadi-tak-fokus-pada-penegakan-hukum-kalau-kpk-panggil-sby-ke-pengadilan-setnov
No comments:
Post a Comment