JAKARTA, KOMPAS.com - Putusan hakim praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang digugat Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) terkait kelanjutan penanganan kasus Century menuai polemik.
Dalam putusannya, hakim memerintahkan KPK untuk melakukan proses hukum selanjutnya dalam kasus korupsi Bank Century, dalam bentuk melakukan penyidikan dan menetapkan tersangka terhadap Boediono, Muliawan D. Hadad, Raden Pardede, dan kawan-kawan sebagaimana tertuang dalam surat dakwaan atas nama terdakwa Budi Mulya.
Intitute for Criminal Justice Reform ( ICJR) menilai, putusan tersebut menunjukkan bahwa hukum acara praperadilan di Indonesia belum detil dan komprehensif.
Baca juga : DPR Minta KPK Selesaikan Kasus Bank Century Tanpa Kegaduhan
Putusan tersebut dianggap akan menjadi preseden di dunia peradilan.
"Bahwa Pengadilan dapat memerintahkan seseorang dijadikan tersangka, maka akan menambah hukum acara praperadilan semakin tidak jelas," kata Direktur Eksekutif ICJR Anggara melalui keterangan tertulis, Kamis (12/4/2018).
Berdasarkan hasil penelitian ICJR pada 2013 terkait praktik praperadilan, ditemukan bahwa hakim menerapkan hukum acara praperadilan yang berbeda-beda.
Bahkan, dalam beberapa kasus, hakim masuk ke dalam pokok perkara. Namun, pada kebanyakan sidang, hakim hanya menguji konteks formal dari praperadilan.
Anggara mengatakan, alasan mendasar dari persoalan ini adalah Indonesia tidak memiliki pengaturan praperadilan yang memadai.
"Pengaturan hukum acara praperadilan di KUHAP masih sangat singkat dan karenanya tidak memadai sebagai mekanisme kontrol," kata Anggara.
Baca juga : Tanpa Putusan Praperadilan, KPK Tetap Usut Kasus Bank Century
Belakangan Mahkamah memperluas objek praperadilan dengan Putusan MK Nomor 21/PUU-XII/2014 dengan memasukkan penetapan tersangka sebagai objek praperadilan.
Penambahan kewenangan tersebut, kata Anggara, tidak diimbangi dengan pengaturan yang cukup dalam praperadilan.
Selain itu, cara menguji dan hukum acara yang digunakan berbeda-beda menyebabkan hakim tidak menerapkan kepastian hukum dan efektifitas.
"Sehingga akan menimbulkan kerugian konstitusional bagi para pencari keadilan," kata Anggara.
Anggara meminta ketidakjelasan hukum tersebut harus segera dibenahi. Sebab, lembaga praperadilan merupakan pranata penting untuk menjamin hak-hak tersangka dalam Sistem Peradilan Pidana.
Banyaknya ketentuan baru sebagai bagian dari upaya paksa haruslah diiringi dengan mekanisme pengawasan terhadap upaya paksa yang dilakukan oleh aparat penegak hukum sebagai bentuk penjaminan dan perlindungan terhadap hak-hak tersangka.
"Atas dasar tersebut, pemerintah harus segera mengambil langkah responsif dan terukur untuk menjamin adanya pengaturan tentang Hukum Acara Praperadilan yang lebih komprehensif, salah satunya dengan cara menerbitkan aturan transisi berupa Peraturan Pemerintah," kata Anggara.
MA masih mengkaji putusan yang dikeluarkan oleh PN Jakarta Selatan, untuk menetapkan Boediono sebagai tersangka dalam kasus Bank Century.
Baca Di berikut nya https://nasional.kompas.com/read/2018/04/12/18182191/putusan-praperadilan-soal-century-cermin-tak-jelasnya-hukum-acara
No comments:
Post a Comment