Demikian pandangan Guru Besar Ilmu Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung, I Gde Pantja Astawa dikutip dari Antara, Selasa (29/5).
Menurutnya, audit investigatif BPK tersebut batal demi hukum jika dalam prosesnya tidak menaanti asas asersi, yakni tidak meminta konfirmasi dari pihak yang diperiksa atau auditee serta menggunakan data-data atau bukti-bukti sekunder.
"Dari hukum administrasi asas asersi mutlak harus dipenuhi. Kalau tidak ditempuh konfirmasinya kepada auditeenya, maka laporan audit itu batal demi hukum," kata Pantja.
Menurutnya, hasil audit tersebut batal demi hukum karena tidak mematuhi norma hukum yang berlaku. "Maka kalau Audit BPK 2017 ini terbukti menyimpang dari peraturan yang ada, harus batal demi hukum dan Pak Temenggung harus dibebaskan," ujarnya.
Lebih jauh soal data skunder yang didalilkan kubu terdakwa Syafruddin Arstad Temenggung, Pantja menyampaikan, apakah itu data primer atau skunder, auditor harus mengonfirmasi data-data tersebut kepada pihak yang diperiksa (auditee).
"Tidak bisa 'ujug-ujug'. Harus taat pada asas asersi. Artinya, dikonfirmasi dulu kepada auditee, yakni pihak yang diperiksa. Temuan kerugian itu ada atau tidak ada harus melalui konfirmasi kepada auditee," ujarnya.
Menurut Pantja, hasil audit BPK soal kerugian keuangan negara juga harus pasti dan tidak bisa menggunakan istilah dugaan sesuai rumusan dalam Undang-Undang (UU) Pembendaharaan Negara, bahwa kerugian negara adalah kekurangan uang, barang, dan surat berharga yang nyata dan pasti jumlahnya.
"Tidak bisa dugaan, tidak bisa kira-kira, bukan pula potensial. Ini telah diperkuat dengan terbitnya putusan Mahkamah Konstitusi [MK] di tahun 2016," kata Pantja.
Sebelumnya, jaksa penuntut umum KPK mendakwa Syafruddin Arsyad Temenggung selaku Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) 2002-2002 memperkaya Sjamsul Nursalim sejumlah Rp 4.580.000.000.000 (Rp 4,5 trilyun).
Perbuatan terdakwa Syafruddin tersebut yakni menghapus piutang Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) kepada petambak yang dijamin oleh PT Dipesena Citra Darmadja (PT DCD) dan PT Wachyuni Mandira (PT MW) serta menerbitkan Surat Pemenuhan Kewajiban Pemegang Saham meskipun Sjamsul belum menyelesaikan kewajibannya terhadap kesalahan menampilkan piutang BDNI kepada petambak seolah-olah sebagai piutang yang lancar (misrepresentasi).
Jaksa penunut umum KPK mendakwa Syafruddin melanggar Pasal 2 Ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP sebagaimana dakawaan pertama.
Atau, perbuatan terdakwa Syafruddin melanggar dakwaan kedua, yakni Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Editor: Iwan Sutiawan
Baca Di berikut nya https://www.gatra.com/rubrik/nasional/324789-Akademisi:-Dakwaan-Syafruddin-Batal-Demi-Hukum-Jika-Audit-BPK-Langgar-Prosedur
No comments:
Post a Comment