JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Yayasan lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati menilai, putusan uji materi Mahkamah Agung (MA) atas Peraturan Menkumham Nomor 1 Tahun 2018 tentang Paralegal dalam Pemberian Bantuan Hukum sebagai langkah mundur terhadap upaya perluasan layanan bantuan hukum dan prinsip akses keadilan.
Dalam putusannya, MA membatalkan pasal 11 dan pasal 12 yang mengatur tentang ketentuan paralegal dapat mendampingi dan memberikan bantuan hukum baik di dalam atau di luar pengadilan.
Dengan adanya putusan MA yang diterbitkan pada 31 Mei 2018 ini, maka peran paralegal dihapuskan.
"Putusan ini tentu merupakan langkah mundur terhadap upaya perluasan layanan bantuan hukum dan prinsip akses keadilan," ujar Asfin saat dihubungi, Senin (16/7/2018).
Paralegal merupakan orang yang memiliki kapasitas dalam memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma baik di pengadilan atau pun di luar pengadilan, namun belum berprofesi sebagai advokat.
Paralegal kerap dilakukan oleh lembaga-lembaga swadaya masyarakat seperti LBH.
Asfin menjelaskan, dengan mempertimbangkan rasio ketersediaan Organisasi Bantuan Hukum (OBH) dengan jumlah penduduk miskin serta persebarannya di daerah, menunjukkan adanya kebutuhan yang besar dalam ketersediaan layanan bantuan hukum.
Baca juga: MA Batalkan Peran Paralegal dalam Memberi Bantuan Hukum
Sehingga dengan kondisi tersebut, peran paralegal perlu diperluas dalam upaya menjamin tersedianya bantuan hukum bagi masyarakat miskin.
"Permenkumham yang lahir dengan membawa semangat tersebut justru harusnya dapat diapresiasi," kata Asfin.
Berdasarkan catatan YLBHI, hingga kini sedikitnya ada 405 OBH yang memberikan pelayanan kepada 28.005.410 orang penduduk miskin. Dengan jumlah tersebut maka satu OBH harus melayani 67.000 orang miskin.
Seluruh OBH tersebut tersebar di 127 Kabupaten dan Kota. Padahal, sedikitnya tercatat ada 516 Kabupaten dan Kota yang tersebar di seluruh wilayah Indonesa. Artinya, masih ada 389 Kabupaten dan Kota yang tidak terjangkau oleh OBH.
Di sisi lain, layanan bantuan hukum secara cuma-cuma atau pro bono yang dilakukan advokat masih belum optimal. Hingga kini tidak ada data yang dapat memverifikasi apakah advokat telah menjalankan kewajiban pro bono yang merupakan amanat undang-undang.
Dalam survei MaPPI FHUI, masih ditemukan cukup banyak advokat yang belum menjalankan kewajiban pro bono mereka secara rutin setiap tahunnnya.
Dari survei awal tersebut diketahui masih banyak advokat menganggap bantuan hukum bukan merupakan tanggung jawabnya dan lebih merupakan pekerjaan OBH, tidak memiliki waktu dan tidak memiliki sumber daya finansial untuk memberikan layanan pro bono.
Presiden Joko Widodo memimpin rapat terbatas di Kantor Presiden.
Baca Di berikut nya https://nasional.kompas.com/read/2018/07/16/14085101/putusan-ma-terkait-peran-paralegal-dinilai-batasi-perluasan-bantuan-hukum
No comments:
Post a Comment