JawaPos.com - Tim Penasihat Hukum terdakwa kasus BLBI Syafrudin Arsyad Temenggung (SAT), menilai Jaksa Penuntut Umum (JPU) tak paham proses pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) BLBI kepada Bank BDNI.
Anggota Penasihat Hukum SAT, Ahmad Yani, mengatakan tidak ada satupun fakta hukum yang terungkap dalam persidangan, yang bisa membuktikan bahwa pemberian SKL kepada Sjamsul Nursalim (SN) sebagai pemegang saham pengendali BDNI tersebut melawan hukum.
"Dalam tuntutannya JPU telah mencampuradukkan antara kedudukan SAT sebagai Sekretaris KKSK dengan Ketua BPPN. SAT baru diangkat sebagai Ketua BPPN sejak 22 April 2002. Keputusan KKSK atau kebijakan Pemerintah terkait PKPS maupun Hutang Petambak sudah terjadi sebelum SAT menjabat Ketua BPPN," ujar Yani melalui siaran persnya di Jakarta, Selasa (18/9).
Dikatakan Yani, JPU KPK juga telah membuat penyesatan dengan menempatkan posisi SAT lebih tinggi. Padahal secara hukum dan kelembagaan, KKSK memiliki kewenangan lebih tinggi dibandingkan BPPN.
“Itu artinya SAT tidak bisa dituntut telah melanggar hukum formil karena dia hanya melaksanakan perintah KKSK," jelas dia.
Anggota Penasihat Hukum lainnya, Jamin Ginting mengungkapkan bahwa JPU juga tidak tepat menggunakan UU No.1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yang diundangkan pada 14 Januari 2004, untuk menyatakan SAT telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Pasalnya, penggunaan UU ini tidak berlaku pada BPPN, mengingat lembaga ini ini bersifat lex specialis terhadap segala peraturan perundang-undang yang ada. "Termasuk undang-undang Perbendaharaan Negara. Posisi lex specialis tersebut dipertegas dan dikuatkan oleh Putusan Mahkamah Agung No. 01.P/HUM/1999," jelas dia
"Isinya pada pokoknya menolak Uji Materi terhadap PP No. 17 BPPN dengan menegaskan PP 17 1999 merupakan lex spesialis yang dibuat berdasarkan urgensi dan occassional demand," pungkas Jamin.
(rdw/JPC)
Baca Di berikut nya https://www.jawapos.com/nasional/hukum-kriminal/18/09/2018/kuasa-hukum-sebut-jpu-keliru-soal-posisi-sat
No comments:
Post a Comment