Tim, CNN Indonesia | Senin, 24/09/2018 18:34 WIB
Jakarta, CNN Indonesia -- Kuasa hukum mantan Direktur Pertamina Karen Agustiawan akan mengupayakan penangguhan penahanan terhadap kliennya yang hari ini resmi ditahan oleh Kejaksaan Agung terkait perkara dugaan tindak pidana korupsi investasi perusahaan di Blok Baster Manta Gummy (BMG) Australia tahun 2009."Kami akan menyusun langkah-langkah yang akan ditempuh, salah satunya upaya penangguhan penahanan," kata kuasa hukum Karen, Soesilo Aribowo saat diwawancara CNN Indonesia TV, Senin (24/9).
Kejaksaan Agung hari ini memutuskan menahan Karen selama 20 hari ke depan di Rumah Tahanan Pondok Bambu, Jakarta Timur.
Karen ditahan setelah penyidik melakukan serangkaian proses pemeriksaan dan berpendapat bahwa hal tersebut perlu dilakukan agar perkara dapat selesai dengan cepat.
"Selama proses pemeriksaan penyidik berpendapat diperlukan tindakan paksa yaitu penahanan. Maksud tujuan karena sudah memenuhi syarat objektivitas dan subjektivitas dan agar perkara cepat selesai," kata Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Adi Toegarisman di Kejagung, Jakarta Selatan.
Karen telah ditetapkan sebagai tersangka oleh tim penyidik Kejaksaan Agung sejak 22 Maret 2018. Namun sejak saat itu, Karen belum pernah diperiksa kembali sebagai tersangka oleh tim penyidik.Aribowo menegaskan pihaknya keberatan dengan langkah Kejagung tersebut. Dia beralasan Karen tak perlu ditahan.
Menurut Aribowo pihaknya akan segera mendiskusikan langkah hukum lanjutan terkait penahanan Karen ini. Dia mengatakan belum bisa memaparkan langkah-langkah hukum yang akan ditempuh secara detail karena belum bertemu secara langsung dengan Karen.
"Akan berdiskusi dalam waktu segera hal-hal yang akan ditempuh. Kami tidak bisa sampaikan karena ibu karena masih di dalam untuk pemeriksaan kesehatan. Kita belum bertemu ibu," ujar Aribowo.
Selain Karen, dalam kasus ini penyidik juga telah menetapkan Chief Legal Councel and Compliance PT Pertamina, Genades Panjaitan dan Direktur Keuangan Pertamina, Frederik Siahaan. Karen bersama dua tersangka itu juga sudah dicegah bepergian ke luar negeri sejak 22 Maret 2018.
Kasus ini bermula saat Pertamina melalui anak perusahaannya, PT Pertamina Hulu Energi (PHE) melakukan akuisisi saham sebesar 10 persen terhadap ROC Oil Ltd, untuk menggarap Blok BMG.Perjanjian dengan ROC Oil atau Agreement for Sale and Purchase - BMG Project diteken pada 27 Mei 2009 dengan nilai transaksi mencapai USD31 juta.
Pertamina pun harus menanggung biaya-biaya yang timbul lainnya (cash call) dari Blok BMG sebesar USD26 juta. Melalui dana yang sudah dikeluarkan setara Rp568 miliar itu, Pertamina berharap Blok BMG bisa memproduksi minyak hingga sebanyak 812 barrel per hari.
Namun ternyata, Blok BMG hanya bisa menghasilkan minyak mentah untuk PHE Australia Pte Ltd rata-rata sebesar 252 barel per hari.
Pada 5 November 2010, Blok BMG ditutup, setelah ROC Oil memutuskan penghentian produksi minyak mentah. Alasannya, blok ini tidak ekonomis jika diteruskan produksi.Investasi yang sudah dilakukan Pertamina akhirnya tidak memberikan manfaat maupun keuntungan dalam menambah cadangan dan produksi minyak nasional.
Hasil penyidikan Kejagung menemukan dugaan penyimpangan dalam proses pengusulan investasi di Blok BMG. Pengambilan keputusan investasi tanpa didukung feasibility study atau kajian kelayakan hingga tahap final due dilligence atau kajian lengkap mutakhir. Diduga direksi mengambil keputusan tanpa persetujuan Dewan Komisaris.
Akibatnya, muncul kerugian keuangan negara dari Pertamina sebesar USD31 juta dan USD26 juta atau setara Rp568 miliar.
(wis)
No comments:
Post a Comment