JAKARTA, KOMPAS.com - Menjelang Pemilihan Presiden 2019, pemerintah mendadak membuat program baru, yakni dana kelurahan. Program ini diumumkan langsung oleh Presiden Joko Widodo, saat kunjungan kerja di Bali, Jumat (19/10/2018) pekan lalu.
"Mulai tahun depan, perlu saya sampaikan, terutama untuk di kota, ada yang namanya anggaran kelurahan," ujar Presiden Jokowi.
Program itu, lanjut Jokowi, dikeluarkan pemerintah karena banyaknya keluhan terkait anggaran di tingkat kelurahan.
Keluhan salah satunya sempat disampaikan oleh para wali kota yang tergabung dalam Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apkasi), saat bertemu Jokowi di Istana Bogor, Juli lalu.
Baca juga: Sekjen PDI-P Kritik Mereka yang Tak Setuju dengan Dana Kelurahan
"Banyak keluhan, Pak ada dana desa, kok enggak ada dana untuk kota. Ya sudah, tahun depan dapat," lanjut Presiden.
Pada prinsipnya, program ini serupa dengan dana desa yang sudah dijalankan sejak awal pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla.
Tiap kelurahan di perkotaan nantinya akan mendapat dana segar yang bisa dimanfaatkan untuk membangun infrastruktur dan fasilitas di kelurahan.
Anggarannya pun diambil dari dana desa. Dana desa yang jumlahnya Rp 73 Triliun pada tahun 2019, sebanyak Rp 3 triliun dipotong dan dialihkan untuk dana kelurahan.
Baca juga: Pimpinan Banggar Klaim Semua Fraksi Dukung Dana Kelurahan
Payung Hukum Belum Jelas
Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo menyebut, anggaran untuk dana kelurahan ini sudah masuk kedalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2019. Di sisi lain, ia juga mengakui bahwa belum ada payung hukum yang mengatur soal dana kelurahan.
Menurut dia, yang terpenting dana kelurahan dianggarkan dulu di RAPBN. Payung hukum untuk menjalankan program itu bisa dibuat belakangan.
"Ya, justru (karena) sudah dianggarkan. Jangan sampai sudah nanti misalnya sudah ada peraturannya, dana belum ada. Jadi kita coba alokasaikan," kata Mardiasmo di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (22/10/2018).
Baca juga: Ketua Badan Anggaran Sebut Dana Kelurahan Sudah Ada Payung Hukum
Menurut Mardiasmo, payung hukum untuk dana kelurahan masih dibahas di Direktorat Jenderal Perimbangan Kemenkeu. Masalahnya, selama ini dana desa bisa dijalankan lewat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa. Sementara untuk kelurahan, belum ada UU yang mengatur.
"Berarti kan kita harus lihat secara komprehensif. Idenya bapak Presiden, dana kelurahan ini akan kita coba, baru kita rapatkan semuanya, agar semua menyeluruh. Tidak parsial," kata Mardiasmo.
Menurut Mardiasmo, ada dua opsi payung hukum yang tengah dibahas. Pertama adalah dengan membuat undang-undang tentang dana kelurahan. Namun, cara ini akan memakan waktu yang lama dan harus dibahas bersama DPR.
Opsi kedua adalah melalui pembuatan atau revisi peraturan pemerintah (PP). Cara ini bisa lebih cepat karena pemerintah tak harus membahasnya bersama DPR.
"Ya kalau revisi PP bisa kenapa tidak? Kita mencoba dari PP yang ada," kata dia.
Baca juga: Mendagri Bantah Dana Kelurahan Terkait Politik dan Pilpres
Namun, saat ditanya PP apa yang akan direvisi, Mardiasmo juga belum bisa menjawab. Sementara itu, Sekretaris Kabinet Pramono Anung memastikan program dana kelurahan baru akan dijalankan oleh pemerintah apabila sudah memiliki payung hukum yang jelas.
"Nah inilah yang sedang dikaji ya. Dipelajari,dikaji, kalau ada payung hukumnya kita jalankan. Kalau enggak ada payung hukumnya ya enggak kita jalankan, kita buat dulu," kata dia.
Lalu, bagaimana dengan anggaran Rp 3 Triliun yang sudah dianggarkan di RAPBN?
"Anggaran itu memang ada. Tapi kan anggaran kalau memang belum digunakan kan gampang saja. Jadi cadangan saja. Kalau memang kemudian dimanfaatkan oleh pemerintah untuk dana kelurahan ya kita keluarkan," jawab Pramono.
Tuai Kritik
Belum jelasnya payung hukum mengenai dana kelurahan menuai kritik sejumlah pihak, terutama dari kubu oposisi yang mengusung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno di Pilpres 2019.
Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengingatkan agar pemerintah tak sembarangan menganggarkan sesuatu dalam APBN tanpa ada payung hukum yang jelas.
Apa lagi, kata Fadli, usulan tersebut muncul menjelang pelakaanaan Pilpres 2019 sehingga menimbulkan pertanyaan.
"Dan kalau sekarang kan orang menilai pencitraan jadi sangat mudah, karena memang di tahun politik dan di saat-saat memang menjelang pemilu legislatif dan presiden," kata Fadli.
Fadli menyadari, saat ini terjadi kesenjangan antara desa dan kelurahan secara anggaran lantaran hanya desa yang mendapatkan dana. Kendati demikian, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini mempertanyakan kenapa program dana kelurahan baru dikeluarkan menjelang pilpres.
"Jangan sampai ini karena hanya untuk kepentingan politik sesaat, tetapi pada prinsipnya kami menyetujui dana kelurahan itu dari dulu seharusnya, disamakan dengan dana desa," kata Fadli.
Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid juga mengkritik dana kelurahan karena belum memiliki payung hukum yang jelas, namun sudah buru-buru dianggarkan.
"Pertamanya kami menuntut ada payung hukumnya dulu. Kalau payung hukumnya enggak ada bagimana membuat anggaran. Anggaran tanpa payung hukum itu berarti sebuah korupsi anggaran dan akan bermasalah," kata Hidayat.
Wakil Ketua Majelis Syuro PKS itu pun mempersilakan masyarakat menilai sendiri apakah penganggaran dana kelurahan dalam APBN 2019 bersifat politis atau tidak.
Baca Di berikut nya https://nasional.kompas.com/read/2018/10/23/08410691/dana-kelurahan-yang-belum-ada-payung-hukum-dan-kritik-jelang-pilpres
No comments:
Post a Comment