SURYAMALANG.COM, JEMBER - Kasus pelaporan Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah ke kepolisian terkait pernyataannya tentang Soerharto guru korupsi rupanya menjadi bahasan di Konferensi Hukum Nasional 2018 dalam Refleksi Hukum 2018 dan Proyeksi Hukum 2019 'Legislasi dan Kekuasaan Kehakiman' di Jember, Kamis (6/12/2018).
Dalam forum yang dihadiri Bupati Jember Faida, Ketua Komisi Yudisial Jaja Ahmad Jayus, Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman, akademisi, peneliti, mahasiswa Fakultas Hukum, juga warga peradilan itu, bahasan perihal itu dilontarkan oleh sejumlah orang.
Mereka antara lain Ketua Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gajah Mada (UGM) Oce Madril, Direktur Pusako Universitas Andalas Feri Amsari, juga Kepala BPHN Kementerian Hukum dan HAM Benny Riyanto.
Ketua Pukat UGM, Oce Madril menilai, pelaporan Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah ke kepolisian karena pernyataannya tentang Soeharto guru korupsi, tidak tepat.
“Menurut saya itu tidak perlu, karena apa yang disampaikan Ahmad Basarah itu bagian menyampaikan pendapat. Itu kriminalisasi berpendapat. Harusnya bisa dibantah dengan pendapat. Karena kunci penting demokrasi adalah kebebasan bersuara,” kata Madril dalam konferensi pers acara Konferensi Hukum Nasional 2018.
Menurut Oce, pendapat Ahmad Basarah tersebut bukan tanpa alasan. Dirinya melakukan riset terkait tindakan korupsi selama masa pemerintahan Orde Baru yang dipimpin Soeharto. Hasil penelitian itu menunjukkan pemerintahan Soeharto merupakan pemerintahan yang tidak memiliki komitmen anti korupsi.
“Hal itu bisa dilihat dari beberapa indikator. Seperti tidak adanya kebijakan anti korupsi. Suburnya KKN yang menguntungkan keluarga dan kroninya. Juga memakai konstitusi dan hukum untuk melakukan tindakan-tindakan koruptif itu. Penelitian lain, sebelum saya juga ada yang menyebut begitu. Lalu kalau penelitian saya ingin dibantah, harusnya ya dengan riset juga," tegasnya.
Madril mengkhwatirkan, akan ada orang lain yang nasibnya serupa dengan Basarah, karena berpendapat kemudian dikriminalisasi.
Sementara itu, dalam konferensi pers Konferensi Hukum Nasional di Jember, Feri Amsari, Direktur Pusako Universitas Andalas malah menyebut Soeharto sebagai guru besar korupsi. Feri mengutip istilah guru besar korupsi dari salah satu mahasiswanya.
"Mahasiswa saya malah menyebutnya guru besar korupsi, bukan lagi guru korupsi. Karena adanya pemakaian ruang-ruang konstitusi untuk tindakan korupsi, juga tindakan melindungi koruptor. Akhirnya mahasiswa saya itu bilang 'kalau seperti itu kan bisa disebut guru besar korupsi'," beber Feri.
Sedangkan Kepala BPHN Kementerian Hukum dan HAM, Benny Riyanto, yang juga menjadi narasumber di konferensi hukum itu menegaskan, pelaporan Ahmad Basarah itu menjadi preseden buruk bagi pencapaian supremasi hukum di Indonesia.
"Sebab, pencapaian supremasi hukum mau dilemahkan dengan jalan apapun, termasuk jalan politik. Saya berharap masih ada akal sehat supaya kasus ini tidak dilanjutkan ke ranah penyidikan, karena bisa menjadi preseden buruk bagi supremasi hukum," tegas Benny.
Menurutnya, pelemahan supremasi hukum menjadi evaluasi hukum Indonesia di tahun 2018 ini.
Seperti diberitakan, Wakil Sekretaris Jenderal PDI-P yang juga Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah dilaporkan ke Bareskrim Polri, Jakarta Pusat, Senin (3/11/2018) malam. Pelapor diketahui atas nama Anhar. Basarah dilaporkan atas dugaan tindak pidana penghinaan dan penyebaran berita bohong (hoaks). Basarah dianggap menghina mantan Presiden Soeharto dengan sebutan guru korupsi.
Baca Di berikut nya http://suryamalang.tribunnews.com/2018/12/07/pelaporan-ahmad-basarah-ke-kepolisian-jadi-bahasan-konferensi-hukum-nasional-di-jember
No comments:
Post a Comment