Kepala Riset Penelitian KontraS Rivanlee Anandar menegaskan ada sejumlah kasus pelanggaran HAM yang terjadi sejak Jokowi menjadi kepala pemerintahan.
"Narasi yang menyesatkan," kata Rivan melalui keterangan resmi yang diterima CNNIndonesia.com, Jumat (13/12).
Berdasarkan catatan KontraS, terdapat sejumlah tindakan pemerintah yang dapat dikatakan sebagai pelanggaran HAM dalam satu tahun pemerintahan Jokowi belakangan ini.
Salah satunya, KontraS menyoroti mengenai tindakan kekerasan yang terjadi di wilayah Papua. Setidaknya terdapat 64 peristiwa kekerasan terhadap masyarakat yang didominasi oleh tindakan penembakan, penganiayaan, dan penangkapan.
"Dari puluhan peristiwa yang terdokumentasikan, korban yang tercatat mencapai 1.218 orang yang terbagi dari korban ditangkap, luka, dan tewas," tulis laporan yang dipublikasikan untuk memperingati Hari HAM sedunia itu.
Catatan KontraS, setidaknya pelanggaran kebebasan berekspresi pada periode Desember 2018 hingga November 2018 mencapai 187 peristiwa, dengan jumlah korban penangkapan dan penahan sewenang-wenang yang sangat massif yakni 1.615 orang.
Tindakan tersebut, dikatakan dalam laporan itu didominasi oleh pembubaran paksa oleh aparat yang mencapai 101 peristiwa.
"Seperti aksi May Day 2019, kerusuhan 21-23 Mei, dan rangkaian aksi demonstrasi rakyat Papua menolak rasisme, dan aksi mahasiswa di seluruh Indonesia pada 23-30 September," tulis laporan itu.
Beberapa catatan lain dari KontraS meliputi tindakan pemberian hukuman mati terhadap narapidana yang mencapai 40 vonis oleh pengadilan, tindak kekerasan terhadap aktivis atau pembela HAM, serta tindakan kompromi terhadap sejumlah tokoh terduga pelanggar HAM masa lalu.
Abaikan Komnas HAM
Rivan menganggap Mahfud mengabaikan Komnas HAM ketika mengklaim tidak ada pelanggaran HAM yang terjadi di era kepemimpinan Jokowi. KontraS mengkritik sikap Mahfud tersebut.
"Mahfud menyerobot tugas Komnas HAM dengan menyatakan narasi 'baru' tentang pelanggaran HAM dan Mahfud secara tidak langsung mengabaikan tugas dan fungsi Komnas HAM," imbuhnya.
Rivan mengacu pada definisi HAM yang diawali dengan "Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia" tahun 1948. Definisi yang disampaikan Mahfud bahwa pelanggaran HAM yang dilakukan aparat pemerintah terjadi dengan terencana dan tujuan tertentu, kata Rivanlee, sudah selesai setelah konvensi yang berlangsung pada 1948.
Konvensi itu menegaskan bahwa negara wajib mempromosikan dan melindungi semua hak asasi manusia dan kebebasan mendasar, terlepas dari sistem politik, ekonomi, dan budaya sebuah negara.
"Singkat kata, tidak ada definisi per regional, per benua, per negara sekalipun," katanya.
Rivan pun merujuk pada sejumlah peristiwa kekerasan oleh aparat dalam menangani aksi protes massa ataupun pengamanan oleh aparat di Papua selama pemerintahan Jokowi.
Dalam hal ini, kata Rivan, negara telah abai dengan membiarkan rangkaian peristiwa itu terjadi.
"Dari konteks itu, ia mengabaikan tentang tindakan negara, baik by ommision atau by commision, dalam melanggar HAM," kata dia.
Foto: CNN Indonesia/Adhi Wicaksono
KontraS menyebut salah satu pelanggaran HAM terjadi saat aparat begitu represif terhadap pedemo di Bawaslu 21-22 Mei lalu |
Menurut Mahfud, pelanggaran HAM jika merujuk pada definisi hukum, adalah suatu tindakan yang dilakukan aparat pemerintah secara terencana dan terstruktur untuk menghilangkan paksa hak asasi masyarakatnya.
Sebaliknya, kata Mahfud, apabila ada kasus kekerasan aparat terhadap rakyat, maupun rakyat terhadap rakyat, atau rakyat terhadap aparat itu hanya sekadar kejahatan.
"Coba lihat di era Pak Jokowi sejak 2014 sampai sekarang tidak ada satu pun isu pelanggaran HAM. Tapi kejahatan banyak, pelanggaran oleh oknum juga banyak, dan itu sedang diproses," kata Mahfud di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (12/12).
No comments:
Post a Comment